Jumat, 26 Oktober 2018

Analisis kontrastif (AK) dalam pembelajaran bahasa

NAMA : RIZQOTUS SA'DIYAH
PRODI : PBSI 2017 A
NIM : 17188201034
DOSEN PENGAMPU : M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd

BAB 5

ANALISIS KONTRASTIF (AK) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Memahami AK, Hambatan terbesar dalam proses menguasai bahasa kedua (B2) adalah tercampurnya sistem bahasa pertama (B1) dengan sistem B2. Analisis kontrastif (AK) mencoba menjembatani kesulitan tersebut dengan mengontraskan kedua sistem bahasa yang ada untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi. Manusia memperoleh bahasa melalui proses yang sangat kompleks. Oleh karena itu, beberapa ahli mencoba untuk menghubungkan berbagai faktor yang ikut terlibat dalam proses penguasaan bahasa. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor bentuk bahasa dan faktor sistem bahasa yang akan mempengaruhi faktor-faktor psikologi.
Linguistik kontrastif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu bisa dilihat (lado,1957). AK menjadi semakin populer setelah muncul karya lado yang menguraikan secara panjang lebar mengenai cara-cara mengontraskan dua bahasa. Lado menganjurkan agar pengontrasan itu dilakukan terhadap fonologi, struktur gramatik, kosa kata serta sistem tulisan. Teknik pengontrasan dua sistem bahasa seperti itu oleh sementara orang digolongkan sebagai AK versi keras. Kelompok versi keras (VK) lebih jauh menuntut dilibatknnya sebagai teori linguistik dari para linguis, meskipun pandangan mereka berbeda-beda, dan menuntut agar kesemestaan bahasa dirumuskan dalam teori yang lebih komprehensif dan memberikan iuran yang memadai tentang sintaksis, semantik, dan fonologi, serta menuntut agar para linguis membekali diri dengan pengetahuan yang memadai tentang AK. Selain kelompok versi keras (AK) ada juga penganut AK versi lemah yang juga memiliki tuntutan terhadap linguis. Adapun tuntutan versi lemah (VL) antara lain. Versi lain dari VK dan VL adalah VM (versi moderat).
Kritik terhadap AK, Analisis kontrastif yang mencoba mengontraskan dua bahasa yang berbeda dengan maksud untuk mengenali sebab-sebab timbulnya interferensi dan meramalkan kesukaran belajar pembelajar ternyata menimbulkan berbagai kritik dari ahli bahasa maupun ahli pengajaran bahasa. Kritik pertama dikemukakan oleh ronald wardhaugh (1970) bahwa AK menimbulkan ke tidak pastian karena tidak memadainya teori linguistik yang ada. Kritik kedua dikemukakan oleh whitman dan jackson (1972), kesimpulannya AK baik secara teoritis maupun praktis hasilnya tidak memadai untuk meramalkan interferensi yang diperbuat oleh pembelajar. Kritik ketiga dikemukakan oleh brown (1980) bahwa AK yang populer itu ternyata hanya berhasil meramalkan kesulitan dalam bidang fonologi. Tetapi pada tataran sintaksis, dan leksikal interferensi itu sulit diramalkan. Hal ini karena semua itu lebih banyak dikoordinasi oleh faktor kognitif. Kritik keempat dikemukakan oleh abdul wahab, bahwa penerapan AK terhadap dua sistem bahasa yang sangat berbeda harus ditinjau kembali.

Jumat, 19 Oktober 2018

Proses belajar bahasa

NAMA : RIZQOTUS SA'DIYAH
PRODI : PBSI 2017 A
NIM : 17188201034
DOSEN PENGAMPU : M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd

BAB IV

PROSES BELAJAR BAHASA

Kita sering berpikir, kakek nenek moyang dulu tidak pernah sekolah tetapi juga dapat berbahasa, mereka ketika belajar hanya menirukan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ketika seseorang mulai belajar menguasai bahasa pertama (B1), mereka hidup dan tinggal di lingkungan  masyarakat penutur B1 tersebut, berusaha menguasai B1 untuk keperluan hidup dengan masyarakat sekitarnya. Sementara kita yang belajar bahasa di sekolah justru banyak melakukan kesalahan berbahasa.
Teori yang dikemukakan adalah hasil penelitian tiga ahli yang banyak menggumuli tentang proses penguasaan bahasa kedua atau bahasa asing, yaitu stephen krashen (1976), bialystok (1979) dan stevicks (1980).
Proses belajar bahasa model krashen, berdasarkan hasil penelitian krashen mengemukakan 5 teori penting yang selanjutnya dijadikan dasar oleh penelitian lain, pertama hipotesis pemerolehan dan belajar bahasa, kedua hipotesis urutan alamiah, ketiga hipotesis monitor, hipotesis masukan, hipotesis filter efektif.
Proses belajar bahasa model bialystok, dapat disimpulkan bahwa strategi belajar model bialystok terdapat empat tipe yaitu, praktik formal yaitu pembelajar membaca untuk menambah pajanan bahasa, praktik informal yaitu pejanan bahasa diperoleh melalui komunikasi alamiah, strategi monitoring yaitu pengetahuan sadar pemakaian bahasa oleh pembelajar untuk memperbaiki pengungkapan bahasa, dan inferensi (penyimpulan) yaitu proses pengujian hipotesis mengenai pengetahuan bahasa yang tidak dikenal sebelumnya.
Proses belajar model stevicks, diagram penguasaan bahasa yang di gambarkan oleh stevicks menggambarkan ciri-ciri sebagai berikut, hasil belajar disimpan dalam gudang pemerolehan, belajar bahasa bisa menjadi bahan output, peranan dan fungsi pemerolehan dan belajar tidak terlalu pisah secara ketat, faktor afeksi menjadi potensiometer yang bisa membuat pembelajar sensitif terhadap sistem yang diperoleh.

Jumat, 12 Oktober 2018

Resume pendekatan linguistik dalam pembelajaran bahasa indonesia

NAMA : RIZQOTUS SA'DIYAH
PRODI : PBSI 2017 A
NIM : 17188201034
DOSEN PENGAMPU : M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd

Bab III
Pendekatan linguistik dalam pembelajaran bahasa indonesia

Perjalanan pembelajaran bahasa indonesia tidak dapat dilepaskan dari kurikulum yang pernah berlaku di indonesia dan perkembangan studi linguistik dunia. Seperti pada tahun 1945-1968 yaitu kurikulum pertama yaitu untuk membebaskan pengaruh penjajah belanda dalam proses pembelajaran di sekolah meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama. Baru pada 1975, kurikulum berubah ke PBI yang berbasis pada tujuan, setelah itu berlanjut dengan kurikulum 1984 yang berorientasi pada pokok bahasan, dengan surutnya kurikulum 1984, pemerintah mengganti dengan kurikulum 1994 yang dianggap sebagai kurikulum terbaik karena kurikulum jabaran ini sistematis dan jabaran materinya cukup lengkap. Selanjutnya Kurikulum 2004 yang di susun berdasarkan pendekatan kompetensi. Namun beberapa saat kemudian muncul nama baru yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang disahkan pada tahun 2006 dengan demikian diberi nama KTSP 2006, setelah KTSP 2006 dipandang perlu di sempurnakan maka pada tahun 2013 diberlakukan kurikulum baru yang disebut kurikulum 2013.
Asumsi linguistik tradisional dalam mengkaji bahasa dapat disebutkan bahwa studi bahasa didasarkan pada studi filsafat, studi bahasa bertolak dari bahasa tulis dan berbahasa harus benar berdasarkan kaidah. Linguistik tradisional berhasil mendeskripsikan ruang lingkup kajian bahasa meliputi fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Pendekatan pengajaran bahasa berdasarkan teori pragmatik, sebelumnya menimbulkan pro dan kontra. Pendapat kontra menyatakan bahwa studi bahasa secara pragmatik berada diluar ruang lingkup kajian linguistik, sedangkan bagi kelompok pro, kajian bahasa secara pragmatik merupakan bagian dari kajian bahasa secara linguistik. Dari pendapat yang pro dan kontra tersebut, mengatakan bahwa kajian bahasa secara pragmatik merupakan bagian dari kajian linguistik. Kedua nya sama-sama mengkaji bahasa.

Jumat, 05 Oktober 2018

Resume Pendekatan psikologi dalam belajar bahasa

NAMA : RIZQOTUS SA'DIYAH
PRODI : PBSI 2017 A
NIM : 17188201034
DOSEN PENGAMPU : M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd

Bab II
Pendekatan psikologi dalam belajar bahasa

Pendekatan psikologi diartikan sebagai asumsi-asumsi teoritis yang diyakini oleh psikologi tertentu yang saling berhubungan yang menyangkut hakikat belajar dan pengajaran pada diri seseorang.
Pendekatan behaviorisme, pandangan kaum behaviorisme tentang belajar dapat dikatakan sebagai proses membentuk asosiasi antara stimulus dan respon secara reflektif, proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat selain itu prinsip belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus respons, pavlov menyangkal adanya kemampuan bawaan.
Pendekatan Kognitivisme, menurut pandangan kaum kognitivisme perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pembelajaran melalui upaya mengorganisir, menyimpan dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Pendekatan humanisme, pandangan ini lebih memiliki fokus efektif selain itu manusia juga disebut sebagai makhluk yang utuh sebagai makhluk kognitif dan emosional. Guru adalah orang yang mengetahui segalanya diubah pada gagasan bahwa guru adalah fasilitator, proses kognitif tidak terlalu di pedulikan karena jika konteks diciptakan sebagaimana mestinya, pembelajar akan mempelajari sesuatu yang mereka perlukan.
Pandangan konstruktivisme, menurut pandangan kaum konstruktivisme belajar merupakan proses aktif dalam mengkonstruk makna, selain itu belajar juga untuk pembentukan struktur konseptual, pengembangan konsep dan pemahaman mendalam. Dalam hal ini belajar lebih menekankan pada proses bukan hasil, proses mengkonstruk pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi.