Rabu, 15 Mei 2019

Resume pragmatik

RESUME PRAGMATIK
WACANA dan BUDAYA




DOSEN PENGAMPU : M.Bayu Firmansyah, M.Pd

DISUSUN OLEH :
NAMA : RIZQOTUS SA'DIYAH
PRODI : PBSI 2017 A
NIM : 17188201034

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI) PASURUAN
JL. KI HAJAR DEWANTARA No. 27-29
PASURUAN
Telp: (0343) 421946  Fax: (0343) 411036
Website:http://www.stkippgri-pasuruan.ac.id
Bab 9
Wacana dan budaya
Analisis wacana mencakup rentangan aktivitas-aktivitas yang sangat luas, dari penelitian yang terfokus secara sempit tentang bagaimana kata-kata yang digunakan dalam percakapan umum, sampai pada studi tentang ideologi yang dominan dalam suatu budaya, misalnya seperti yang digambarkan dalam praktik politik dan pendidikan. Jika analisis ini dibatasi pada pokok-pokok persoalan linguistik, maka analisis wacana memfokuskan pada catatan prosesnya (lisan atau tertulis) dimana bahasa itu digunakan dalam konteks-konteks untuk menyatakan keinginan.
Koherensi, secara umum apa yang ada dalam benak pemakaian bahasa sebagian besar adalah suatu asumsi koherensi, yaitu apa yang dikatakan atau dituliskan mengandung arti sesuai dengan pengalaman normal mereka. Pengalaman itu akan diartikan secara lokal oleh masing-masing individu dan karena itu pengalaman akan terikat dengan keakraban dan harapan.
Pengetahuan latar belakang, kemampuan kita untuk sampai pada penafsiran yang otomatis terhadap sesuatu yang tidak tertulis dan tidak terucapkan harus berdasar pada struktur pengetahuan awal yang ada. Struktur ini berfungsi seperti pola-pola akrab dari pengalaman-pengalaman baru. Istilah yang paling umum untuk pola jenis ini ialah skema. Skema ialah struktur pengetahuan sebelumnya yang ada dalam ingatan.
Skemata budaya, setiap orang pasti memiliki pengalaman yang mengejutkan apabila sebagian dari komponen peristiwa yang diasumsikan itu hilang tak terduga.
Pragmatik lintas budaya, studi perbedaan-perbedaan harapan berdasarkan skemata budaya merupakan bagian dari ruang lingkup yang luas yang umumnya dikenal sebagai pragmatik lintas budaya. Untuk melihat bagaimana cara penutur menyusun makna berdasar budaya yang berbeda sesungguhnya memerlukan penilaian kembali secara lengkap dari segala sesuatu yang sebenarnya sudah kita pertimbangkan sampai disini dalam survei ini.

Rabu, 08 Mei 2019

Resume pragmatik

RESUME
PRAGMATIK



Tentang:
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR REFERENSI

Disusun oleh:

RIZQOTUS SA’DIYAH  (17188201034)

Dosen Pembimbing:
M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd

                           PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI)
PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan
Bab 8
Struktur percakapan dan struktur referensi
Analisis percakapan, ada banyak kiasan yang digunakan untuk menerangkan struktur percakapan. Bagi sebagian orang, percakapan itu bagaikan sebuah tarian, dengan pasangan bercakapnya yang mengordinasikan gerakan-gerakannya secara lembut. Bagi orang lain percakapan itu bagaikan arus lalu lintas di perempatan jalan, yang melibatkan bayak gerak-gerakan alternatif tanpa menimbulkan kecelakaan. Akan tetapi, pendekatan pendekatan analitik yang paling banyak di gunakan ialah berdasarkan pada suatu analogi dengan kinerja ekonomi pasar, bukan berdasarkan pada suatu tarian (karena tidak ada musik) dan juga tidak berdasarkan pada lalu lintas (karena tidak ada rambu-rambu jalan).
Jeda, overlaps, and backchannel, sebagian besar percakapan melibatkan 2 peserta atau lebih dalam pengambilan giliran, dan hanya satu orang yang berbicara pada saat itu. Pergantian yang halus dari satu penutur berikutnya tampaknya sangat dihargai. Pertukaran disertai dengan kesenyapan yang lama diantara dua giliran atau dengan adanya ‘overlap’ (yaitu kedua penutur mencoba berbicara pada saat yang sama) dirasakan kaku. Jika dua orang berusaha untuk bercakap-cakap dan tidak menemukan adanya alur/flow, atau ritme yang lembut pada pergantiaannya, ini berarti bahwa lebih banyak pesan yang dipahami dari pada yang dikatakan. Terhadap makna jarak, ketiadaan keakraban atau kemudahan.
Gaya bicara, banyak fitur yang memberikan karakteristik sistem pengambilan giliran bicara yang dimasukkan dalam makna oleh pemakaiannya. Bahkan dalam suatu komunitas penutur yang ditetapkan secara luas; sering terdapat variasi yang berpotensi (memungkinkan) menimbulkan kesalah pahaman. Misalnya, beberapa individu mengharapkan bahwa keikutsertaan dalam percakapan akan sangat aktif, sehingga rata-rata pembicaraan relatif cepat, hampir tanpa jedadiantara giliran bicara, dan disertai adanya sedikit overlap atau bahkan penyempurnaan giliran orang lain. Inilah salah satu dari gaya bicara. Gaya bicara ini disebut gaya bicara pelibatan tinggi. Gaya bicara ini secara substansial berbeda dengan gaya lainnya dimana penutur menggunakan rata-rata kecepatan yang lebih lambat, mengharapkan jeda yang lebih lama diantara giliran bicara, tidak tumpang tindih, dan menghindari interupsi atau penyempurnaan giliran orang lain. Gaya bicara tanpa interupsi, tanpa adanya pemaksaan ini disebut gaya solidaritas tinggi.

Kamis, 02 Mei 2019

Resume pragmatik

RESUME
PRAGMATIK




Tentang:
KESOPANAN DAN INTERAKSI

Disusun oleh:
RIZQOTUS SA’DIYAH  (17188201034)

Dosen Pembimbing:
M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd
                   

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI)
PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan
Bab 7
Kesopanan dan interaksi
Agar apa yang kita katakan dalam interaksi tersebut bermakna, mak kita harus memperhatikan berbagai macam faktor yang berkaitan dengan kesenjangan dan kedekatan sosial. Sebagian dari faktor-faktor ini terbentuk khusus melalui suatu interaksi selain karena faktor luar juga. Faktor-faktor ini khususnya melibatkan status relatif partisipan, berdasarkan pada nilai-nilai sosial yang mengikatnya, misalnya usia dan kekuasaan. Akan tetapi, banyak juga faktor-faktor lain, misalnya sejumlah imposisi atau derajat kekerabatan yang sering dipertimbangkan selama terjadi interaksi. Inilah faktor-faktor internal interaksi dan dapat mengakibatkan kesenjangan sosial sebelumnya dan dianggap sebagai kelebihan maupun kekurangan selama proses. Kedua tipe faktor ini yaitu, eksternal dan internal, memiliki pengaruh tidak hanya pada apa yang kita kata-katakan, tetapi juga bagaimana kita menginterpretasikannya. Dalam banyak kasus, interpretasi keluar jauh melebihi apa yang kita maksudkan untuk disampaikan dan milibatkan penilaian seperti ‘kasar’ dan ‘tidak tenggang rasa’, atau ‘tenggang rasa’ dan ‘penuh pengertian’.
Kesopanan, kesopanan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kasadaran tentang wajah orang lain. Dalam pengertian ini, kesopanan dapat disempurnakan dalam situasi kejauhan dan kedekatan sosial. Dengan menunjukkan kesadaran untuk wajah orang lain ketika orang lain itu tampak jauh secara sosial seing dideskripsikan dalam kaitannya dengan keakraban, persahabatan, atau kesetiakawanan. Memang benar dalam tipe pendekatan ini akan ada jenis kesopanan yang berbeda yang diasosiasikan dengan asumsi jarak kedekatan sosial kekerabatan (dan ditengarai secara linguistik).
Keinginan wajah, partisipan yang terlibat dalam interaksi tidak tinggal dalam suatu konteks yang sudah menciptakan hubungan sosial yang pasti secara keras. Dalam interaksi sosial mereka sehari-hari, orang biasanya bertingkah laku seolah-olah harapan-harapan mereka berkenaan dengan nama baik masyarakat mereka sendiri, keinginan wajah mereka, akan dihormati. Jika seorang penutur menyatakan sesuatu yang mengandung suatu ancaman terhadap harapan-harapan individu lain berkenaan dengan nama baiknya sendiri, pernyataan ini dideskripsikan sebagai tindak ancaman wajah. Kemungkinan lain, jika diberikan kemungkinan bahwa sebagai tindakan itu akan digambarkan sebagai ancaman terhadap wajah orang lain, penutur dapat mengatakan sesuatu untuk mengurangi kemungkinan ancaman itu. Tindakan ini disebut sebagai tindak penyelamatan wajah.
Wajah positif sesorang ialah kebutuhan untuk dapat diterima, jika mungkin disukai oleh orang lain, diperlukan sebagai anggota dari kelompok yang sama dan mengetahui bahwa keinginannya dimiliki bersama dengan yang lainnya. Wajah negatif seseorang ialah kebutuhan untuk merdeka, memiliki kebebasan bertindak, dan tidak tertekan orang lain.