Kamis, 26 Maret 2020

Penyusunan tes bahasa

RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Tentang :
“PENYUSUNAN TES BAHASA”

Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)

Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN

BAB IV : PENYUSUNAN TES BAHASA

Perencanaan merupakan langkah awal penyusunan tes. Dengan perencanaan yang matang, tes yang dihasilkan akan berkualitas. Tanpa perencanaan yang matang sukar bagi evaluator untuk memperoleh tes yang baik. Tes yang tidak berfungsi dengan baik akan memberikan informasi yang kurang akurat dan kurang dapat dipercaya, sehingga apabila informasi tersebut digunakan akan mengakibatkan keputusan yang diambil keliru. Tes akan berfungsi baik apabila disusun menurut kaidah penyusunan tes yang baik. Kaidah tersebut berupa langkah-langkah penyusunan tes. Langkah-langkah penyusunan tes meliputi sembilan langkahberikut: menysun tujuan tes, menyusun kisi-kisi tes, menulis soal tes, menelaah soal tes, melakukan uji coba tes, menganalisis butir soal, memperbaiki tes, merakit tes, menggunakan tes, dan menafsirkan hasil hasil tes.
Menentukan tujuan tes, ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang digunakan di lembaga pendidikan, yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif. Sistem penilaian berbasis kompetensi pada umumnya menggunakan tes diagnosik, formatif, dan sumatif. Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes sumatif diberikan diakhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya untuk menentukan keberhasilan belajar peserta didk. Dasar merumuskan tujuan tes bahasa dan sastra indonesia adalah tujuan yang hendak dicapai dalam program atau pembelajaran bahasa dan sastra indonesia pada jenjang atau tingkat tertentu. Menyusun kisi-kisi tes, kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi sosial-sosial yang akan dibuat syarat kisi-kisi antara lain, 1. Harus mewakili kurikulum, 2. Ditulis dengan singkat dan jelas, dan 3. Soal dapat disusun sesuai dengan bentuk soal. Matriks kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom dan garis. Selanjutnya dalam kisi-kisi perlu ditunjukkan jenis yakni bentuk tes. Jenis yakni bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, peserta tes, waktu yang tersedian untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Jenis tes yang digunakan bisa berupa tes objektif atau tes non-objektif. Jenis tes objektif meliputi tes benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, dan melengkapi soal tes. Jenis non-objektif mampu mengukur jenis belajar yang kompleks, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk mengukur pengtahuan-pengetahuan faktual. Selain jenis-jenis tes di atas, dalam kurikulum dikembangkan jenis tes perbuatan atau tes performans/unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran sehingga kemampuan peserta didik mencapai pada tingkat yang diinginkan. Menulis soal tes, sebelum soal-soal tes disusun, terlebih dahulu ditentukan jumlah butir tes yang akan dibuat. Dasar penentuan jumlah butir tes adalah jenis dan bentuk tes yang digunakan. Untuk jenis tes objektif diperlukan jumlah butir tes yang jauh lebih besar dari pada tes non-objektif. Setelah ditetapkan jumlah butir tes yang harus dipersiapkan sesuai dengan jenis dan bentuk tes yang akan digunakan, selanjutnya dilakukan penulisan butir-butir tes. Menelaah soal tes, telaah butir tes dilakukan terhadap ranah materi, ranah konstruksi, dan ranah bahasa. Ranah materi berkait dengan substansi keilmuan yang dinyatakan serta tingkat berfikir yang terlibat. Ranah konstruksi berkait dengan teknik penulisan soal, baik bentuk objektif maupun non-objektif. Ranah bahasa terkait dengan kekomunikatifan/kejelasan hal yang ditanyakan. Melakukan uji coba tes, tujuan uji coba adalah untuk mengukur validitas dan reabilitas. Uji vadilitas dimaksudkan untuk mencari kesesuaian tes dengan kemampuan yang akan diukur. Uji reabilitas dimaksudkan untuk melihat kemampuan tes tersebut melakukan pengukuran dengan tingkat keajekan tertentu. Menganalisis butir soal tes, untuk tes buatan guru yang tidak melalui langkah uji coba, maka setelah tes digunakan maka guru dapat melakukan analisis butir soal. Apabila hal in i sering dilakukan, kemampuan guru dalam membuat tes yang baik akan tercapai.
Memperbaiki tes seluruh butir tes / soal ditelaah dari ranah materi, konstruksi, dan bahasa; dan setelah dianalisis derajat kesukaran dan daya bedanya, kemudian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu butir-butir tes yang dianggap baik/ diterima, butir-butir tes yang tidak baik/ditolak, dan butir-butir tes yang kurang baik, diperbaiki. Merakit tes, dalam merakit tes, butir-butir soal dapat dikelompokkan menurut kompetensi dasar, taraf kesukaran, dan format (komposisi bentuk sosial). Urutan soal pada tiap kompetensi dasar diurutkan menurut tingkat kesulitannya, mulai dari yang mudah ke yang sulit. Berdasarkan format, urutan soal dimulai dari bentuk isian singkat kemudian pilihan ganda dan terakhir urutan. Melaksanakan tes, untuk tes yang dilaksanakan dikelas, pelaksanaannya dapat dikatakan sederhana karena segala sesuatunya cukup mudah diatur. Beberapa kondisi fisik yang perlu mendapat perhatian ialah jarak tempat duduk, cahaya, ventilasi, ketenangannya, serta gangguan-gangguan yang mungkin timbul. Disamping kondisi fisik, yang perlu mendapat perhatian lagi ialah kondosi psikis siswa. Menafsirkan hasil tes, agar dapat memanfaatkan hasil ujian secara efektif, perlu dilakukan analisis terhadap hasil analisis yang telah dicapai oleh peserta didik. Caranya adalah dengan membuat tabel spesifikasi yang mampu menunjukan konsep atau sub konsep atau tema/sub tema kompetensi dasar mana yang belum dikuasai peserta didik.

Kamis, 19 Maret 2020

Resume evaluasi pembelajaran bahasa indonesia

RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Tentang :
“ASESMEN KETERAMPILAN BERBAHASA DAN BERSASTRA”

Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)

Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN

Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan

Asesmen keterampilan berbahasa meliputi asesmen keterampilan mendengarkan, asesmen keterampilan berbicara, asesmen keterampilan membaca, dan asesmen keterampilan menulis. Asesmen keterampilan mendengarkan merupakan kemampuan yang memungkinkan seseorang pemakai bahasa untuk memahami bahasa secara lisan. Mendengarkan merupakan proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasai serta interpretasi untuk memperolah informasi, menangkap isi, atau pesan serta memahami makna komunikasi antara sesama pemakai bahasa. Tanpa kemampuan mendengarkan yang baik, akan terjadi banyak kesalahpahaman dalam komunikasi antara sesama pemakai bahasa, terutama bila tujuan penyelenggaraannya adalah penguasaan kemampuan berbahasa selengkapnya. Dalam pembelajaran bahasa semacam itu, perkembangan dan tingkat penguasaan kemampuan mendengarkan perlu dipantau dan diukur melalui penyelenggaraan asesmen mendengarkan. Kemampuan mendengarkan bukan berupa kemampuan untuk mengenal dan membedakan bunyi bahasa saja. Kemampuan mendengarkan terkait dengan kemampuan untuk memahami makna suatu bentuk penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan. Kemampuan memahami makna bahasa lisan itulah yang merupakan sasaran dari tes mendengarkan. Dengan demikian, asesmen mendengarkan lebih banyak diarahkan pada kemampuan untuk memahami makna suatu bentuk penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan. Beberapa bentuk asesmen mendengarkan adalah pertama identifikasi peristiwa atau kejadian, identifikasi tema cerita, identifikasi topik percakapan, menjawab pertanyaan wacana, merumuskan inti wacana, dan menceritakan kembali. Asesmen keterampilan berbicara merupakan kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan sesuatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringa otot tubuh manusian demi maksud dan tujuan gagasan yang dikombinasikan. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Bentuk-bentuk asesmen berbicara tersebut antara lain: berbicara singkat berdasarkan gambar, wawancara, menceritakan kembali, pidato atau berbicara bebas, percakapan terpimpin, dan diskusi. Asesmen keterampilan membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang meliputi proses fisik dan psikologis. Tujuan pembelajaran membaca dapat pada proses membaca itu sendiri, dan dapat pula pada hasil yang dicapai melalui kegiatan membaca tersebut. Tingkatan kognitif dalam asesme kemampuan membaca dapat dibuat secara berjenjang. Berikut ini tingkatan menurut bloom. Taksonomi bloom pada domain kognitif berupa enam tingkat kognisi, yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dari taksonomi ini. dapat disusun taksonomi membaca menjadi tingkat literasi, interpretatif dan krisis/kreatif. Berikut ini merupakan garis besar perpaduan tingkat kognitif dari bloom dengan tingkat aktivitas membaca. Membaca literasi meliputi pengetahuan dan pemahaman, membaca interpretatif meliputi terapan sedangkan membaca kreatif meliputi analisis, sintesis dan evaluasi. Asesmen keterampilan menulis. Untuk mengetahui kemampuan menulis seseorang diperlukan adanya asesmen dengan menggunakan alat ukur tes menulis. Dalam tes menulis. Unsur kebahasaan merupakan aspek penting yang perlu dicermati, disamping isi pesan yang diungkapkan yang merupakan inti dari hakikat sebagai bentuk penggunaan bahasa yang aktif-produktif. Tes menulis dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain pendekatan diskret, pendekatan integratif, dan pendekatan pragmatik atau komunikatif. Asesmen kemampuan menulis dapat dibuat dalam beberapa bentuk seperti tes unsur-unsur kemampuan menulis, menulis reproduksi, dan menulis produksi
Asesmen aspek kesastraan, jelas bahwa pembelajaran tentang sastra tidak hanya dimaksudkan agar siswa memiliki pengetahuan tentang sastra tetapi dengan pembelajaran sastra ini diharapkan siswa benar-benar memiliki sifat dan sikap apresiatif terhadap karya sastra bangsanya. Asesmen penguasaan aspek kesastraan dapat disusun secara bertingkat mulai dari tingkat ingatan sampai dengan evaluasi. Asesmen penguasaan satra tingkat ingatan sekedar menghendaki siswa untuk mengungkapkan kembali kemampuan ingatannya yang berhubungan dengan fakta, konsep, pengertian, definisi, deskripsi, dan sebagainya. Asesmen keterampilan mendengarkan, kemampuan mendengarkan adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain yang disampaikan lewat suara, baik langsung maupun tidak langsung lewat media tertentu. Untuk keperluan ini, siswa harus benar-banar diberi tugas untuk mendengarkan tuturan bahasa, entah yang berwujud penuturan langsung atau penuturan lewat media elektronika tertentu, dan kemuadian diminta untuk menampilkan hasil pemahamannya dengan mempergunakan indikator-indikator tertentu. Pelaksanaan pengukuran kemampuan mendengarkan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara khusus yang sengaja dirancang untuk maksud itu. Asesmen keterampilan berbicara, kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada pihak lain secara lisan. Asesmen keterampilan membaca, kemampuan membaca adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain yang disampaikan lewat tulisan. Asesmen keterampilan menulis, kemampuan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada pihak lain secara tertulis.