Jumat, 29 Mei 2020

Resume PENGOLAHAN SKOR MENTAH DALAM KEGIATAN ASESMEN PEMBELAJARAN BAHASA

PENGOLAHAN SKOR MENTAH DALAM KEGIATAN ASESMEN PEMBELAJARAN BAHASA

DOSEN PENGAMPU : M.Bayu Firmansyah, M.Pd

DISUSUN OLEH :
NAMA : RIZQOTUS SA'DIYAH
PRODI : PBSI 2017 A
NIM : 17188201034

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA (UNIWARA)
JL. KI HAJAR DEWANTARA No. 27-29
PASURUAN
Telp: (0343) 421946  Fax: (0343) 411036

Pengolahan  Skor Mentah Dalam Kegiatan
Asesmen Pembeajaran Bahasa
   Mengolah skor artinya melakukan kegiatan mengonversi skor hasil tes yang masih disebut dengan skor mentah, menjadi nilai jadi yang diperlukan untuk memutuskan lulus atau tidaknya siswa serta baik atau tidaknya nilai siswa. Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan hasil belajar mengajar guru. Hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Penilaian berangkat dari suatu pengukuran. Hasil dari suatu pengukuran belum banyak memiliki arti sebelum dibandingkan dengan standar atau patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian dapat diartikan sebagai suatu proses membandingkan hasil pengukuran dengan patokan/kriteria/norma tertentu. Menilai berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.
 Dilihat dari perencanaan tes dan penafsiran hasil tes, pengukuran dalam bidang pendidikan bisa berdasarkan pada acuan norma atau kriteria/patokan. Penilaian acuan norma berasumsi bahwa kemampuan orang itu berbeda dan dapat digambarkan menurut distribusi normal. Penilaian acuan patokan berasumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi acuan ini adalah adanya program remedy dan pengayaan. Penilaian acauan patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar, sebab siswa diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar siswa dapat diketahui derajat pencapaiannya. Sementara itu, pada penilaian acuan norma, keberhasilan siswa ditentukan oleh kelompoknya. Dalam kurikulum 2006 telah ditentukan kompetensi dan indikator yang harus dicapai. Oleh karena itu, acuan penilaian yang lebih tepat untuk digunakan adalah penilaian acuan patokan (PAP) dengan patokan penilaian yang secara eksplisit jelas dan tersedia. Acuan norma (PAN) baru digunakan apabila ingin melihat kedudukan individu dalam kelompoknya.
 Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan skor hasil tes siswa dengan suatu patokan yang telah ditetapkan. Penilaian Acuan patokan ini dapat digunakan apabila dasar pemikiran yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan adalah asumsi pedagodik. Patokan yang dipakai sebagai pembanding hasil belajar siswa dapat berupa persentase penguasaan materi pelajaran, yang dapat dinyatakan dengan jelas. Dalam mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokandapat menggunakan empat jenis skala, yang pertama yakni PAP skala lima yaitu suatu pembagian tingkatan yang terbagi menjadi lima kategori. Yang kedua yakni PAP skala Sembilan yaitu suatu pembagian tingkatan yang terbagi menjadi Sembilan kategori dan masing-masing tingkatan biasanya dinyatakan dengan angka 1 sampai 9. Yang ketiga yakni PAP skla sepuluh yaitu suatu pembagian tingkatan yang terbagi menjadi sepuluh kategori dan masing-masing tingkatan biasnaya dinyatakan dengan angka 1 sampai 10. Yang keempat yakni PAP skala sebelas yaitu suatu pembagian tingkatan terbagi menjadi sebelas kategori dan masing-masing tingkatan biasanya dinyatakan dengan angka 0 sampai 10.
 Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para pengikut dalam suatu tes. Penilaian dengan acuan ini dapat digunakan apabila pendidik menghadapi kurikulum yang bersifat dinamis, artinya materi pelajaran yang dikembangkan selalu berubah sesuai tuntutan lingkungan dan zaman, sehingga pendidik agak sulit menetapkan kriteria benar dan salahsecara kaku. Pedoman yang digunakan untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar pada PAN didasarkan atas MEAN dan Standar Deviasi. Penilaian dengan menggunakan Acuan Norma dapat dibeda-bedakan menurut jenis skala yang digunakan seperti PAN skala lima yang ditempuh dalam mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar atau nilai dengan PAN skala lima yakni mencari angka rata-rata (MEAN) aktual, mencari standar deviasi (SD) aktual, membuat pedoman konversi, mengonversi skor mentah ke dalam skor standar atau nilai. PAN skala Sembilan, langkah-langkah untuk mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan dasar PAN Skala Sembilan sama dengan PAN Skala Lima, hanya saja pedoman konversinya berbeda. PAN Skala Sepuluh, langkah-langkah untuk mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan dasar PAN Skala Sepuluh sama dengan PAN Skala Limadan Sembilan, hanya saja pedoman konversinya berbeda. PAN Skala Sebelas, langkah-langkah untuk mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan dasar PAN Sepuluh sama dengan PAN Skala Lima dan Sembilan, hanya saja pedoman konversinya berbeda.

Kamis, 14 Mei 2020

ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA

RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Tentang :
“ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA”

Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN

BAB VIII : ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA

Tujuan analisis butir soal tes adalah untuk mengungkapkan ciri-ciri, mutu butir tes, serta hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan, penyusunan, dan penggunaan tes yang telah baik dan perlu diperhatikan. Sedangkan kekurangannya diperbaiki pada penyelenggaraan tes yang berikutnya. Dengan analisis butir ini, dapat diungkapkan ciri-ciri pokoknya, terutama tingkat kesulitan dan daya beda butir-butirnya, dan ciri lain seperti validitas dan reliabilitas.
Soal tes yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah sekaligus soal yang tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba karena merasa tidak mampu atau di luar jangkauannya.
Dari uraian tersebut, maka perlu diadakan analisis tingkat kesulitan tes. Tingkat kesulitan tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya butir-butir tes yang telah diselenggarakan. Dengan analisis tingkat kesulitan dapat diungkap secara umum, apakah suatu tes tergolong terlalu mudah, sedang, sulit, atau terlalu sulit. Tingkat kesulitan pada dasarnya merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar yang dapat diberikan oleh siswa dengan jumlah seluruh peserta tes. Semakin besar jumlah peserta tes yang mampu menjawab suatu butir tes yang benar, semakin mudah butir tes yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya.
Analisis tingkat kesulitan dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengurutkan skor yang diperolah peserta tes dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah. 2. Menetapkan sebanyak 27,5% dari jumlah peserta tes dengan pemerolehan skor tinggi (disebut kelompok atas); 27,5% peserta tes dengan dengan skor rendah (disebut kelompok bawah); dan sisa disebut kelompok tengah. Langkah-langkah ini dilakukan jika jumlah peserta tes relatif besar; tetapi jika hanya sedikit, cukup dibedakan atas kelompok atas dan kelompok bawah saja. 3. Menganalisis jawaban benar atau salah per butir soal per peserta tes. Analisis ini hanya dilakukan terhadap jawaban peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. 4. Menganalisis tingkat kesulitan butir soal dengan menggunakan rumus.
Daya pembeda atau tingkat diskriminasi merupakan ciri butir tes yang digunakan untuk menunjukkan adanya perbedaan tingkat kemampuan antara kelompok peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah. Dengan pernyataan lain, daya pembeda menjawab persoalan seberapa besar suatu butir soal tes dapat membedakan antara peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. Dasar dan acuan pertimbangannya adalah logika bahwa peserta tes dari kelompok atas seharusnya dapat menjawab dengan benar yang lebih banyak dari pada kelompok bawah. Semakin tinggi daya pembeda suatu butir tes, semakin tinggi pula kemampuannya untuk membedakan peserta yang pandai (kelompok atas) dari pada yang kurang atau tidak pandai ( kelompok bawah). Analisis tingkat kesulitan dan daya pembeda diatas, hanya dapat diterapkan pada jenis soal objektif. Sedangkan untuk jenis soal esai, digunakan rumus noll.
Untuk melihat apakah suatu butir soal baik atau tidak, tidak hanya dilihat berdasarkan besarnya indeks tingkat kesulitan dan daya pembeda saja, tetapi juga bagaimana sebaran distribusi frekuensi pada jawaban alternatif yang disediakan. Dengan kata lain, kita perlu juga menganalisis butir-butir pengecoh untuk tiap butir soal.
Analisis butir ini didasari pada suatu pemikiran, bahwa harus ada perbedaan frekuensi jawaban antara siswa kelompok atas dan kelompok bawah. Untuk setiap alternatif jawaban betul, kelompok atas ahrus memilih lebih banyak karena besarnya selisih jawaban betul inilah yang akan menentukan besar kecilnya indeks daya pembeda. Sebaliknya, alternatif-alternatif jawaban yang merupakan pengecoh, kelompok rendah harus memilih secara lebih banyak. Oleh karena itu, pengecoh yang baik adalah yang dapat dihindari oleh anak-anak yang pandai dan yang terpilih oleh anak-anak yang kurang pandai, jangan sampai terjadi sebaliknya. Disamping itu, semua alternatif jawaban yang disediakan harus ada siswa yang memilih.
Untuk mengetahui efektifitas alternatif jawaban, adanya penyimpangan perlu dilakukan kegiatan analisis pengecoh karena dari kegiatan inlah akan diketahui sebaran atau distribusi frekuensi jawaban.

Kamis, 07 Mei 2020

RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA

RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Tentang :
“RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA”

Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN

BAB VII : RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA

Reliabilitas merupakan kriteria ukuran apakahsuatu alat ukur dapat mengukur secara konsisten sesuatu yang akan diukur dari waktu ke waktu. Dengan demikian, reliabilitas merujuk pada derajat keajekan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya. Reliabilitas dipengaruhi oleh kesalahan acak, yaitu faktor-faktor yang akan menyebabkan perbedaan skor dalam penggunaan alat pengukur secara berulang-ulang. Kesalahan acak timbul dari beberapa sumber. Kesalahan itu mungkin melekat dalam alat itu sendiri, atau mungkin melekat dalam pelaksaan penggunaan alat ukur tersebut.
Ada dua macam reliabilitas, yaitu (1) reabilitas internal dan (2) reliabilitas eksternal. Reliabilitas internal adalah uji reliabilitas yang dicari dari harga dalam skor tes itu sendiri, yaitu dengan cara membandingkan bagian skor tes yang satu dengan skor tes yang lain dalam tes yang sama. Sedangkan reliabilitas eksternal dilakukan dengan cara membandingkan suatu skor tes dengan skor tes lain atau skor tes hasil ulangan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengadakan uji reliabilitas tes, baik internal maupun eksternal, reliabilitas eksternal melalui metode ulang dan metode sejajar. Sedangkan untuk reliabilitas internal melalui metode belah dua dan uji homogenitas, untuk metode belah dua bisa melalui rumus speaderman-brown, rumus flanagan dan rumus rulon. Sedangnkan untuk uji homogenitas bisa melalui rumus K-R 20, rumus K-R 21, rumus Hoyt, dan rumus Alpha.
Metode ulang, metode ini untuk menguji reliabilitas alat ukur dengan jalan mengujikan alat ukur tersebut dua kali atau lebih, kemudian hasilnya dikorelasikan. Tujuan uji reliabilitas ini untuk mengetahui koefisien stabilitas alat ukur. Alat ukur tersebut memiliki keterandalan bilamana dipakai untuk mengukur objek yang sama dalam waktu yang berbeda-beda hasilnya sama.
Metode pengukuran pararel, metode ini dilakukan dengan jalan penyusunan dua buah alat ukur yang memiliki kemiripan atau kesamaan atau pararel atau ekuivalen, setelah kedua tersebut diujikan, kemudian hasilnya dikorelasikan. Walaupun  alat ukurnya terdiri dari dua macam, namun hakikatnya isinya  mengukur hal yang sama dan alat ukur ini keduanya juga sama.
Mtode belah dua, metode ini dilakukan dengan jalan membelah alat ukur misalnya tes menjadi dua bagian dan skor kedua belahan tersebut dikorelasikan dengan rumus tertentu. Cara melakukan pembelahan antara skor ganjil dengan skor genap, atau membelah antara belahan nomor atas dan nomor bawah.
Rumus seperman-brown, setelah skor reliabilitas setengah tes dikorelasikan dengan rumus productmoment, selanjutnya dihitung koefisien korelasi satu tes penuh dengan menggunakan  rumus spearman-brown.
Rumus flanagan, rumus ini digunakan untuk mencari reliabilitas tes dengan jalan metode belah dua, tetapi tidak menggunakan jalan korelasi product moment seperti rumus spearmen-brown. Rumus ini menggunakan masing-masing standar deviasi untuk masing-masing belahan dan pada skor total.
Rumus rulon menggunakan kuadrat dari deviasi nilai ganjil dan nilai genap dan standar deviasi kuadrat dari skor total. Setelah hasil tes di belah dua ganjil genap, selanjutnya dicari deviasi antara skor ganjil dan skor genap. Selanjutnya, dicari standar deviasi kuadrat dari deviasi nilai tersebut dan standar deviasi kuadrat dari dari skor total. Terakhir, dihitung besarnya reliabilitas dengan rumus rulon.
Uji homogen, untuk mengatasi tes yang tidak bisa diuji dengan metode belah dua, maka dapat digunakan teknik-teknik untuk mengukur homogenitas dengan pendekatan pengukuran inter-item dengan memperhitungkan penyimpanan masing-masing butir item dengan menggunakan rumus.
Rumus K-R 20, rumus ini merupakan kepanjangan dari kedua orang penemunya, yaitu kuder dan richardson. Dua rumusnya yang digunakan untuk mengukur reliabilitas tes adalah rumus K-R 20 dan K-R 21.
Rumus K-R 21, rumus ini dilakukan cukup dengan mengetahui skor total dan varians dari skor total tersebut; jumlah butir soal mean skornya.
Rumus hoyt, untuk tes yang penyekorannya 1 dan 0 masih ada cara lain untuk mengetahui reliabilitasnya, yaitu dengan rumus hoyt.
Rumus alpha dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas tes yang menggunakan skala likert, tes yang menggunakan bentuk esai, sehingga pengukurannya tidak hanya menggunakan skor benar = 1 dan skor salah = 0 seperti pada tes objektif, tetapi dapat menggunakan skor atau skala 1-9, 1-10, dan sebagainya.