Kamis, 25 April 2019
Resume Pragmatik
Kamis, 11 April 2019
Resume pragmatik
RESUME
PRAGMATIK
Tentang:
Praanggapan dan entailmen
Disusun oleh:
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing:
M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI)
PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan
Bab 4
Praanggapan dan entailmen
Pada pembahasan tentang referensi yang lalu, terdapat gagasan yang menarik bahwa penutur menganggap informasi tertentu sudah diketahui oleh pendengarnya karena informasi tertentu itu dianggap sudah diketahui , maka infirmasi yang demikian biasanya tidak akan dinyatakan dan akibatnya akan menjadi bagian dari apa yang disampaikan tetapi tidak dikatakan. Istilah-istilah presubposisi dan entailmen secara teknis dipakai untuk mendekruisikan dua aspek yang berbeda dari jenis informasi ini. Presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan.yang memiliki presubposisi adalah penutur, bukan kalimat. Entailmen adalah suatu yang secara logis ada atau mengikuti apa yang ditegaskan didalam tuturan. Yang memiliki entailmen adalah kalimat, bukan penutur.
Jenis-jenis presupposisi, dalam analisis tentang bagaiman asumsi-asumsi penutur diungkapkan secara khusus, presupposisi sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa dan struktur. Di sini kita akan menganggap bentuk-bentuk lingistik ini sebagai petunjuk-petunjuk presupposisi potensial, yang hanya akan menjadi presupposisi yang sebenarnya dalam konteks dengan penutur. Juga ada sejumlah bentuk lain yang mungkin paling baik dianggap sebagai sumber presupposisi leksikal. Pada umumnya, dalam presupposisi leksikal, pemakaian suatu bentuk dengan makna yang sinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan presupposisi bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami. Disamping presupposisi yang diasosiasikan dengan pemakaian kata-kata dan frasa-frasa tertentu, adapula presupposi struktural. Dalam hal ini, struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai presupposisi secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Kita mungkin mengatakan bahwa penutur dapat memakai struktur-struktur yang sedemikian untuk memperlakukan informasi seperti yang diprasangkakan (karena, dianggap benar) dan dari sini kebenarannya diterima oleh pendengar.
Masalah proyeksi ada suatu harapan dasar bahwa presupposis kalimat sederhana akan berlangsung benar apa bila kalimat sederhana itu menjadi bagian dari kalimat yang lebih kompleks. Inilah salah satu versi gagasan umum bahwa arti dari keseluruhan kalimat itu merupakan gabungan dari arti bagian-bagian kalimat itu, akan tetapi, arti dari bagian presupposis ( sebagai ‘bagian-bagian’) tidak mampu menjadi arti dari beberapa kalimat kompleks (sebagai ‘ keseluruhan’). Hala ini dikenal sebagai masalah proyeksi.
Kamis, 04 April 2019
Resume pragmatik
RESUME
PRAGMATIK
Tentang:
Referensi dan inferensi
Disusun oleh:
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing:
M.BAYU FIRMANSYAH, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI)
PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan
BAB 3
Referensi dan inferensi
Referensi dengan jelas terkait dengan tujuan penutur dan keyakinan penutur dalam pemakaian bahasa. Agar terjadi referensi yang sukses kita juga harus mengenali peran inferensi. Karena tidak ada hubungan langsung antara entitas-entitas dan kata-kata, tugas pendengar adalah menyimpulkan secara benar entitas mana yang dimaksudkan oleh penutur untuk dikenali dengan menggunakan suatu ungkapan pengacuan yang khusus. Tidaklah aneh bagi orang yang ingin mengacu kepada beberapa entitas atau orang tanpa mengetahui dengan pasti ‘sebutan’ apa yang akan menjadi kata terbaik untuk digunakan. Bahkan kita dapat menggunakan ungkapan-ungkapan samar berdasarkan kemampuan pendengar untuk menyimpulkan referen apa yang ada di dalam benak kita. Penutur bahkan menemukan nama-nama sebenarnya, tapi saya dapat menyimpulkan identitasnya ketika sekretaris menghubungkannya.
Pemakaian referensial dan pemkaian atribut if, pentinglah mengetahui bahwa tidak semua ungkapan acuan itu memiliki referen fisik yang dapat dikenali. Frasa nomina tidak tentu dapat dipakai untuk mengenali suatu entitas yang ada secara fisik, tetapi ungkapan-ungkapan itu juga dapat dipakai untuk menjelaskan entitas-entitas yang diasumsikan ada, tetapi tidak dikenal atau entitas-entitas sejauh yang kita ketahui.
Nama dan referen, versi reveren yang sedang disajikan di sini adalah referensi yang di dalamnya ada suatu ‘maksud dasar untuk mengenali’ dan suatu kerja sama ‘pengenalan tujuan’di lapangan. Proses ini tidak hanya membutuhkan kerja antara seorang penutur dan seorang pendengar; proses ini tampaknya berfungsi, dalah istilah kaidah,antara seluruh anggota masyarakat yang memiliki secara bersama-sama suatu bahasa dan budaya umum. Yaitu, ada suatau kaidah bahwa ungkapan-ungkapan pengacuan tertentu akan digunakan untuk mengenali entitas-entitas tertentu pada suatu landasan yang teratur.
Peranan ko-teks, suatu ko-teks adalah sekedar suatu bagian lingkungan linguistik di mana ungkapan pengacuan dipakai. Lingkungan fisik, atau konteks, mungkin lebih mudah dikenali karena memiliki pengaruh yang kuat tentang bagaimana ungkapan pengacuan itu harus diinterprestasikan.
Referensi anaforik, pembahasan yang terdahulu berkenaan dengan tindakan referensi tunggal. Akan tetapi sebagian besar dari percakapan dan penulisan kita, kita harus mengawasi / mencatat siapa atau apa yang sedang kita bicarakan lebih banyak dari satu kalimat pada suatu saat. Sesudah pengenalan awal dari beberapa entitas, penutur akan memakai ungkapan-ungkapan yang bervariasi untuk tetap menjaga referensi.