RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Tentang :
“ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB VIII : ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA
Tujuan analisis butir soal tes adalah untuk mengungkapkan ciri-ciri, mutu butir tes, serta hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan, penyusunan, dan penggunaan tes yang telah baik dan perlu diperhatikan. Sedangkan kekurangannya diperbaiki pada penyelenggaraan tes yang berikutnya. Dengan analisis butir ini, dapat diungkapkan ciri-ciri pokoknya, terutama tingkat kesulitan dan daya beda butir-butirnya, dan ciri lain seperti validitas dan reliabilitas.
Soal tes yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah sekaligus soal yang tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba karena merasa tidak mampu atau di luar jangkauannya.
Dari uraian tersebut, maka perlu diadakan analisis tingkat kesulitan tes. Tingkat kesulitan tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya butir-butir tes yang telah diselenggarakan. Dengan analisis tingkat kesulitan dapat diungkap secara umum, apakah suatu tes tergolong terlalu mudah, sedang, sulit, atau terlalu sulit. Tingkat kesulitan pada dasarnya merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar yang dapat diberikan oleh siswa dengan jumlah seluruh peserta tes. Semakin besar jumlah peserta tes yang mampu menjawab suatu butir tes yang benar, semakin mudah butir tes yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya.
Analisis tingkat kesulitan dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengurutkan skor yang diperolah peserta tes dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah. 2. Menetapkan sebanyak 27,5% dari jumlah peserta tes dengan pemerolehan skor tinggi (disebut kelompok atas); 27,5% peserta tes dengan dengan skor rendah (disebut kelompok bawah); dan sisa disebut kelompok tengah. Langkah-langkah ini dilakukan jika jumlah peserta tes relatif besar; tetapi jika hanya sedikit, cukup dibedakan atas kelompok atas dan kelompok bawah saja. 3. Menganalisis jawaban benar atau salah per butir soal per peserta tes. Analisis ini hanya dilakukan terhadap jawaban peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. 4. Menganalisis tingkat kesulitan butir soal dengan menggunakan rumus.
Daya pembeda atau tingkat diskriminasi merupakan ciri butir tes yang digunakan untuk menunjukkan adanya perbedaan tingkat kemampuan antara kelompok peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah. Dengan pernyataan lain, daya pembeda menjawab persoalan seberapa besar suatu butir soal tes dapat membedakan antara peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. Dasar dan acuan pertimbangannya adalah logika bahwa peserta tes dari kelompok atas seharusnya dapat menjawab dengan benar yang lebih banyak dari pada kelompok bawah. Semakin tinggi daya pembeda suatu butir tes, semakin tinggi pula kemampuannya untuk membedakan peserta yang pandai (kelompok atas) dari pada yang kurang atau tidak pandai ( kelompok bawah). Analisis tingkat kesulitan dan daya pembeda diatas, hanya dapat diterapkan pada jenis soal objektif. Sedangkan untuk jenis soal esai, digunakan rumus noll.
Untuk melihat apakah suatu butir soal baik atau tidak, tidak hanya dilihat berdasarkan besarnya indeks tingkat kesulitan dan daya pembeda saja, tetapi juga bagaimana sebaran distribusi frekuensi pada jawaban alternatif yang disediakan. Dengan kata lain, kita perlu juga menganalisis butir-butir pengecoh untuk tiap butir soal.
Analisis butir ini didasari pada suatu pemikiran, bahwa harus ada perbedaan frekuensi jawaban antara siswa kelompok atas dan kelompok bawah. Untuk setiap alternatif jawaban betul, kelompok atas ahrus memilih lebih banyak karena besarnya selisih jawaban betul inilah yang akan menentukan besar kecilnya indeks daya pembeda. Sebaliknya, alternatif-alternatif jawaban yang merupakan pengecoh, kelompok rendah harus memilih secara lebih banyak. Oleh karena itu, pengecoh yang baik adalah yang dapat dihindari oleh anak-anak yang pandai dan yang terpilih oleh anak-anak yang kurang pandai, jangan sampai terjadi sebaliknya. Disamping itu, semua alternatif jawaban yang disediakan harus ada siswa yang memilih.
Untuk mengetahui efektifitas alternatif jawaban, adanya penyimpangan perlu dilakukan kegiatan analisis pengecoh karena dari kegiatan inlah akan diketahui sebaran atau distribusi frekuensi jawaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar