PENGOLAHAN SKOR MENTAH DALAM KEGIATAN ASESMEN PEMBELAJARAN BAHASA
DOSEN PENGAMPU : M.Bayu Firmansyah, M.Pd
DISUSUN OLEH :
NAMA : RIZQOTUS SA'DIYAH
PRODI : PBSI 2017 A
NIM : 17188201034
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA (UNIWARA)
JL. KI HAJAR DEWANTARA No. 27-29
PASURUAN
Telp: (0343) 421946 Fax: (0343) 411036
Pengolahan Skor Mentah Dalam Kegiatan
Asesmen Pembeajaran Bahasa
Mengolah skor artinya melakukan kegiatan mengonversi skor hasil tes yang masih disebut dengan skor mentah, menjadi nilai jadi yang diperlukan untuk memutuskan lulus atau tidaknya siswa serta baik atau tidaknya nilai siswa. Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan hasil belajar mengajar guru. Hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Penilaian berangkat dari suatu pengukuran. Hasil dari suatu pengukuran belum banyak memiliki arti sebelum dibandingkan dengan standar atau patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian dapat diartikan sebagai suatu proses membandingkan hasil pengukuran dengan patokan/kriteria/norma tertentu. Menilai berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.
Dilihat dari perencanaan tes dan penafsiran hasil tes, pengukuran dalam bidang pendidikan bisa berdasarkan pada acuan norma atau kriteria/patokan. Penilaian acuan norma berasumsi bahwa kemampuan orang itu berbeda dan dapat digambarkan menurut distribusi normal. Penilaian acuan patokan berasumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi acuan ini adalah adanya program remedy dan pengayaan. Penilaian acauan patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar, sebab siswa diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar siswa dapat diketahui derajat pencapaiannya. Sementara itu, pada penilaian acuan norma, keberhasilan siswa ditentukan oleh kelompoknya. Dalam kurikulum 2006 telah ditentukan kompetensi dan indikator yang harus dicapai. Oleh karena itu, acuan penilaian yang lebih tepat untuk digunakan adalah penilaian acuan patokan (PAP) dengan patokan penilaian yang secara eksplisit jelas dan tersedia. Acuan norma (PAN) baru digunakan apabila ingin melihat kedudukan individu dalam kelompoknya.
Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan skor hasil tes siswa dengan suatu patokan yang telah ditetapkan. Penilaian Acuan patokan ini dapat digunakan apabila dasar pemikiran yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan adalah asumsi pedagodik. Patokan yang dipakai sebagai pembanding hasil belajar siswa dapat berupa persentase penguasaan materi pelajaran, yang dapat dinyatakan dengan jelas. Dalam mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokandapat menggunakan empat jenis skala, yang pertama yakni PAP skala lima yaitu suatu pembagian tingkatan yang terbagi menjadi lima kategori. Yang kedua yakni PAP skala Sembilan yaitu suatu pembagian tingkatan yang terbagi menjadi Sembilan kategori dan masing-masing tingkatan biasanya dinyatakan dengan angka 1 sampai 9. Yang ketiga yakni PAP skla sepuluh yaitu suatu pembagian tingkatan yang terbagi menjadi sepuluh kategori dan masing-masing tingkatan biasnaya dinyatakan dengan angka 1 sampai 10. Yang keempat yakni PAP skala sebelas yaitu suatu pembagian tingkatan terbagi menjadi sebelas kategori dan masing-masing tingkatan biasanya dinyatakan dengan angka 0 sampai 10.
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para pengikut dalam suatu tes. Penilaian dengan acuan ini dapat digunakan apabila pendidik menghadapi kurikulum yang bersifat dinamis, artinya materi pelajaran yang dikembangkan selalu berubah sesuai tuntutan lingkungan dan zaman, sehingga pendidik agak sulit menetapkan kriteria benar dan salahsecara kaku. Pedoman yang digunakan untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar pada PAN didasarkan atas MEAN dan Standar Deviasi. Penilaian dengan menggunakan Acuan Norma dapat dibeda-bedakan menurut jenis skala yang digunakan seperti PAN skala lima yang ditempuh dalam mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar atau nilai dengan PAN skala lima yakni mencari angka rata-rata (MEAN) aktual, mencari standar deviasi (SD) aktual, membuat pedoman konversi, mengonversi skor mentah ke dalam skor standar atau nilai. PAN skala Sembilan, langkah-langkah untuk mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan dasar PAN Skala Sembilan sama dengan PAN Skala Lima, hanya saja pedoman konversinya berbeda. PAN Skala Sepuluh, langkah-langkah untuk mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan dasar PAN Skala Sepuluh sama dengan PAN Skala Limadan Sembilan, hanya saja pedoman konversinya berbeda. PAN Skala Sebelas, langkah-langkah untuk mengolah skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan dasar PAN Sepuluh sama dengan PAN Skala Lima dan Sembilan, hanya saja pedoman konversinya berbeda.
Rizqotus Sa'diyah
Jumat, 29 Mei 2020
Kamis, 14 Mei 2020
ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA
RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Tentang :
“ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB VIII : ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA
Tujuan analisis butir soal tes adalah untuk mengungkapkan ciri-ciri, mutu butir tes, serta hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan, penyusunan, dan penggunaan tes yang telah baik dan perlu diperhatikan. Sedangkan kekurangannya diperbaiki pada penyelenggaraan tes yang berikutnya. Dengan analisis butir ini, dapat diungkapkan ciri-ciri pokoknya, terutama tingkat kesulitan dan daya beda butir-butirnya, dan ciri lain seperti validitas dan reliabilitas.
Soal tes yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah sekaligus soal yang tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba karena merasa tidak mampu atau di luar jangkauannya.
Dari uraian tersebut, maka perlu diadakan analisis tingkat kesulitan tes. Tingkat kesulitan tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya butir-butir tes yang telah diselenggarakan. Dengan analisis tingkat kesulitan dapat diungkap secara umum, apakah suatu tes tergolong terlalu mudah, sedang, sulit, atau terlalu sulit. Tingkat kesulitan pada dasarnya merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar yang dapat diberikan oleh siswa dengan jumlah seluruh peserta tes. Semakin besar jumlah peserta tes yang mampu menjawab suatu butir tes yang benar, semakin mudah butir tes yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya.
Analisis tingkat kesulitan dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengurutkan skor yang diperolah peserta tes dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah. 2. Menetapkan sebanyak 27,5% dari jumlah peserta tes dengan pemerolehan skor tinggi (disebut kelompok atas); 27,5% peserta tes dengan dengan skor rendah (disebut kelompok bawah); dan sisa disebut kelompok tengah. Langkah-langkah ini dilakukan jika jumlah peserta tes relatif besar; tetapi jika hanya sedikit, cukup dibedakan atas kelompok atas dan kelompok bawah saja. 3. Menganalisis jawaban benar atau salah per butir soal per peserta tes. Analisis ini hanya dilakukan terhadap jawaban peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. 4. Menganalisis tingkat kesulitan butir soal dengan menggunakan rumus.
Daya pembeda atau tingkat diskriminasi merupakan ciri butir tes yang digunakan untuk menunjukkan adanya perbedaan tingkat kemampuan antara kelompok peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah. Dengan pernyataan lain, daya pembeda menjawab persoalan seberapa besar suatu butir soal tes dapat membedakan antara peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. Dasar dan acuan pertimbangannya adalah logika bahwa peserta tes dari kelompok atas seharusnya dapat menjawab dengan benar yang lebih banyak dari pada kelompok bawah. Semakin tinggi daya pembeda suatu butir tes, semakin tinggi pula kemampuannya untuk membedakan peserta yang pandai (kelompok atas) dari pada yang kurang atau tidak pandai ( kelompok bawah). Analisis tingkat kesulitan dan daya pembeda diatas, hanya dapat diterapkan pada jenis soal objektif. Sedangkan untuk jenis soal esai, digunakan rumus noll.
Untuk melihat apakah suatu butir soal baik atau tidak, tidak hanya dilihat berdasarkan besarnya indeks tingkat kesulitan dan daya pembeda saja, tetapi juga bagaimana sebaran distribusi frekuensi pada jawaban alternatif yang disediakan. Dengan kata lain, kita perlu juga menganalisis butir-butir pengecoh untuk tiap butir soal.
Analisis butir ini didasari pada suatu pemikiran, bahwa harus ada perbedaan frekuensi jawaban antara siswa kelompok atas dan kelompok bawah. Untuk setiap alternatif jawaban betul, kelompok atas ahrus memilih lebih banyak karena besarnya selisih jawaban betul inilah yang akan menentukan besar kecilnya indeks daya pembeda. Sebaliknya, alternatif-alternatif jawaban yang merupakan pengecoh, kelompok rendah harus memilih secara lebih banyak. Oleh karena itu, pengecoh yang baik adalah yang dapat dihindari oleh anak-anak yang pandai dan yang terpilih oleh anak-anak yang kurang pandai, jangan sampai terjadi sebaliknya. Disamping itu, semua alternatif jawaban yang disediakan harus ada siswa yang memilih.
Untuk mengetahui efektifitas alternatif jawaban, adanya penyimpangan perlu dilakukan kegiatan analisis pengecoh karena dari kegiatan inlah akan diketahui sebaran atau distribusi frekuensi jawaban.
Tentang :
“ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB VIII : ANALISIS BUTIR SOAL DALAM ASESMEN BAHASA
Tujuan analisis butir soal tes adalah untuk mengungkapkan ciri-ciri, mutu butir tes, serta hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan, penyusunan, dan penggunaan tes yang telah baik dan perlu diperhatikan. Sedangkan kekurangannya diperbaiki pada penyelenggaraan tes yang berikutnya. Dengan analisis butir ini, dapat diungkapkan ciri-ciri pokoknya, terutama tingkat kesulitan dan daya beda butir-butirnya, dan ciri lain seperti validitas dan reliabilitas.
Soal tes yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah sekaligus soal yang tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba karena merasa tidak mampu atau di luar jangkauannya.
Dari uraian tersebut, maka perlu diadakan analisis tingkat kesulitan tes. Tingkat kesulitan tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya butir-butir tes yang telah diselenggarakan. Dengan analisis tingkat kesulitan dapat diungkap secara umum, apakah suatu tes tergolong terlalu mudah, sedang, sulit, atau terlalu sulit. Tingkat kesulitan pada dasarnya merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar yang dapat diberikan oleh siswa dengan jumlah seluruh peserta tes. Semakin besar jumlah peserta tes yang mampu menjawab suatu butir tes yang benar, semakin mudah butir tes yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya.
Analisis tingkat kesulitan dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengurutkan skor yang diperolah peserta tes dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah. 2. Menetapkan sebanyak 27,5% dari jumlah peserta tes dengan pemerolehan skor tinggi (disebut kelompok atas); 27,5% peserta tes dengan dengan skor rendah (disebut kelompok bawah); dan sisa disebut kelompok tengah. Langkah-langkah ini dilakukan jika jumlah peserta tes relatif besar; tetapi jika hanya sedikit, cukup dibedakan atas kelompok atas dan kelompok bawah saja. 3. Menganalisis jawaban benar atau salah per butir soal per peserta tes. Analisis ini hanya dilakukan terhadap jawaban peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. 4. Menganalisis tingkat kesulitan butir soal dengan menggunakan rumus.
Daya pembeda atau tingkat diskriminasi merupakan ciri butir tes yang digunakan untuk menunjukkan adanya perbedaan tingkat kemampuan antara kelompok peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah. Dengan pernyataan lain, daya pembeda menjawab persoalan seberapa besar suatu butir soal tes dapat membedakan antara peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah. Dasar dan acuan pertimbangannya adalah logika bahwa peserta tes dari kelompok atas seharusnya dapat menjawab dengan benar yang lebih banyak dari pada kelompok bawah. Semakin tinggi daya pembeda suatu butir tes, semakin tinggi pula kemampuannya untuk membedakan peserta yang pandai (kelompok atas) dari pada yang kurang atau tidak pandai ( kelompok bawah). Analisis tingkat kesulitan dan daya pembeda diatas, hanya dapat diterapkan pada jenis soal objektif. Sedangkan untuk jenis soal esai, digunakan rumus noll.
Untuk melihat apakah suatu butir soal baik atau tidak, tidak hanya dilihat berdasarkan besarnya indeks tingkat kesulitan dan daya pembeda saja, tetapi juga bagaimana sebaran distribusi frekuensi pada jawaban alternatif yang disediakan. Dengan kata lain, kita perlu juga menganalisis butir-butir pengecoh untuk tiap butir soal.
Analisis butir ini didasari pada suatu pemikiran, bahwa harus ada perbedaan frekuensi jawaban antara siswa kelompok atas dan kelompok bawah. Untuk setiap alternatif jawaban betul, kelompok atas ahrus memilih lebih banyak karena besarnya selisih jawaban betul inilah yang akan menentukan besar kecilnya indeks daya pembeda. Sebaliknya, alternatif-alternatif jawaban yang merupakan pengecoh, kelompok rendah harus memilih secara lebih banyak. Oleh karena itu, pengecoh yang baik adalah yang dapat dihindari oleh anak-anak yang pandai dan yang terpilih oleh anak-anak yang kurang pandai, jangan sampai terjadi sebaliknya. Disamping itu, semua alternatif jawaban yang disediakan harus ada siswa yang memilih.
Untuk mengetahui efektifitas alternatif jawaban, adanya penyimpangan perlu dilakukan kegiatan analisis pengecoh karena dari kegiatan inlah akan diketahui sebaran atau distribusi frekuensi jawaban.
Kamis, 07 Mei 2020
RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA
RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Tentang :
“RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB VII : RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA
Reliabilitas merupakan kriteria ukuran apakahsuatu alat ukur dapat mengukur secara konsisten sesuatu yang akan diukur dari waktu ke waktu. Dengan demikian, reliabilitas merujuk pada derajat keajekan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya. Reliabilitas dipengaruhi oleh kesalahan acak, yaitu faktor-faktor yang akan menyebabkan perbedaan skor dalam penggunaan alat pengukur secara berulang-ulang. Kesalahan acak timbul dari beberapa sumber. Kesalahan itu mungkin melekat dalam alat itu sendiri, atau mungkin melekat dalam pelaksaan penggunaan alat ukur tersebut.
Ada dua macam reliabilitas, yaitu (1) reabilitas internal dan (2) reliabilitas eksternal. Reliabilitas internal adalah uji reliabilitas yang dicari dari harga dalam skor tes itu sendiri, yaitu dengan cara membandingkan bagian skor tes yang satu dengan skor tes yang lain dalam tes yang sama. Sedangkan reliabilitas eksternal dilakukan dengan cara membandingkan suatu skor tes dengan skor tes lain atau skor tes hasil ulangan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengadakan uji reliabilitas tes, baik internal maupun eksternal, reliabilitas eksternal melalui metode ulang dan metode sejajar. Sedangkan untuk reliabilitas internal melalui metode belah dua dan uji homogenitas, untuk metode belah dua bisa melalui rumus speaderman-brown, rumus flanagan dan rumus rulon. Sedangnkan untuk uji homogenitas bisa melalui rumus K-R 20, rumus K-R 21, rumus Hoyt, dan rumus Alpha.
Metode ulang, metode ini untuk menguji reliabilitas alat ukur dengan jalan mengujikan alat ukur tersebut dua kali atau lebih, kemudian hasilnya dikorelasikan. Tujuan uji reliabilitas ini untuk mengetahui koefisien stabilitas alat ukur. Alat ukur tersebut memiliki keterandalan bilamana dipakai untuk mengukur objek yang sama dalam waktu yang berbeda-beda hasilnya sama.
Metode pengukuran pararel, metode ini dilakukan dengan jalan penyusunan dua buah alat ukur yang memiliki kemiripan atau kesamaan atau pararel atau ekuivalen, setelah kedua tersebut diujikan, kemudian hasilnya dikorelasikan. Walaupun alat ukurnya terdiri dari dua macam, namun hakikatnya isinya mengukur hal yang sama dan alat ukur ini keduanya juga sama.
Mtode belah dua, metode ini dilakukan dengan jalan membelah alat ukur misalnya tes menjadi dua bagian dan skor kedua belahan tersebut dikorelasikan dengan rumus tertentu. Cara melakukan pembelahan antara skor ganjil dengan skor genap, atau membelah antara belahan nomor atas dan nomor bawah.
Rumus seperman-brown, setelah skor reliabilitas setengah tes dikorelasikan dengan rumus productmoment, selanjutnya dihitung koefisien korelasi satu tes penuh dengan menggunakan rumus spearman-brown.
Rumus flanagan, rumus ini digunakan untuk mencari reliabilitas tes dengan jalan metode belah dua, tetapi tidak menggunakan jalan korelasi product moment seperti rumus spearmen-brown. Rumus ini menggunakan masing-masing standar deviasi untuk masing-masing belahan dan pada skor total.
Rumus rulon menggunakan kuadrat dari deviasi nilai ganjil dan nilai genap dan standar deviasi kuadrat dari skor total. Setelah hasil tes di belah dua ganjil genap, selanjutnya dicari deviasi antara skor ganjil dan skor genap. Selanjutnya, dicari standar deviasi kuadrat dari deviasi nilai tersebut dan standar deviasi kuadrat dari dari skor total. Terakhir, dihitung besarnya reliabilitas dengan rumus rulon.
Uji homogen, untuk mengatasi tes yang tidak bisa diuji dengan metode belah dua, maka dapat digunakan teknik-teknik untuk mengukur homogenitas dengan pendekatan pengukuran inter-item dengan memperhitungkan penyimpanan masing-masing butir item dengan menggunakan rumus.
Rumus K-R 20, rumus ini merupakan kepanjangan dari kedua orang penemunya, yaitu kuder dan richardson. Dua rumusnya yang digunakan untuk mengukur reliabilitas tes adalah rumus K-R 20 dan K-R 21.
Rumus K-R 21, rumus ini dilakukan cukup dengan mengetahui skor total dan varians dari skor total tersebut; jumlah butir soal mean skornya.
Rumus hoyt, untuk tes yang penyekorannya 1 dan 0 masih ada cara lain untuk mengetahui reliabilitasnya, yaitu dengan rumus hoyt.
Rumus alpha dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas tes yang menggunakan skala likert, tes yang menggunakan bentuk esai, sehingga pengukurannya tidak hanya menggunakan skor benar = 1 dan skor salah = 0 seperti pada tes objektif, tetapi dapat menggunakan skor atau skala 1-9, 1-10, dan sebagainya.
Tentang :
“RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB VII : RELIABILITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA
Reliabilitas merupakan kriteria ukuran apakahsuatu alat ukur dapat mengukur secara konsisten sesuatu yang akan diukur dari waktu ke waktu. Dengan demikian, reliabilitas merujuk pada derajat keajekan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya. Reliabilitas dipengaruhi oleh kesalahan acak, yaitu faktor-faktor yang akan menyebabkan perbedaan skor dalam penggunaan alat pengukur secara berulang-ulang. Kesalahan acak timbul dari beberapa sumber. Kesalahan itu mungkin melekat dalam alat itu sendiri, atau mungkin melekat dalam pelaksaan penggunaan alat ukur tersebut.
Ada dua macam reliabilitas, yaitu (1) reabilitas internal dan (2) reliabilitas eksternal. Reliabilitas internal adalah uji reliabilitas yang dicari dari harga dalam skor tes itu sendiri, yaitu dengan cara membandingkan bagian skor tes yang satu dengan skor tes yang lain dalam tes yang sama. Sedangkan reliabilitas eksternal dilakukan dengan cara membandingkan suatu skor tes dengan skor tes lain atau skor tes hasil ulangan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengadakan uji reliabilitas tes, baik internal maupun eksternal, reliabilitas eksternal melalui metode ulang dan metode sejajar. Sedangkan untuk reliabilitas internal melalui metode belah dua dan uji homogenitas, untuk metode belah dua bisa melalui rumus speaderman-brown, rumus flanagan dan rumus rulon. Sedangnkan untuk uji homogenitas bisa melalui rumus K-R 20, rumus K-R 21, rumus Hoyt, dan rumus Alpha.
Metode ulang, metode ini untuk menguji reliabilitas alat ukur dengan jalan mengujikan alat ukur tersebut dua kali atau lebih, kemudian hasilnya dikorelasikan. Tujuan uji reliabilitas ini untuk mengetahui koefisien stabilitas alat ukur. Alat ukur tersebut memiliki keterandalan bilamana dipakai untuk mengukur objek yang sama dalam waktu yang berbeda-beda hasilnya sama.
Metode pengukuran pararel, metode ini dilakukan dengan jalan penyusunan dua buah alat ukur yang memiliki kemiripan atau kesamaan atau pararel atau ekuivalen, setelah kedua tersebut diujikan, kemudian hasilnya dikorelasikan. Walaupun alat ukurnya terdiri dari dua macam, namun hakikatnya isinya mengukur hal yang sama dan alat ukur ini keduanya juga sama.
Mtode belah dua, metode ini dilakukan dengan jalan membelah alat ukur misalnya tes menjadi dua bagian dan skor kedua belahan tersebut dikorelasikan dengan rumus tertentu. Cara melakukan pembelahan antara skor ganjil dengan skor genap, atau membelah antara belahan nomor atas dan nomor bawah.
Rumus seperman-brown, setelah skor reliabilitas setengah tes dikorelasikan dengan rumus productmoment, selanjutnya dihitung koefisien korelasi satu tes penuh dengan menggunakan rumus spearman-brown.
Rumus flanagan, rumus ini digunakan untuk mencari reliabilitas tes dengan jalan metode belah dua, tetapi tidak menggunakan jalan korelasi product moment seperti rumus spearmen-brown. Rumus ini menggunakan masing-masing standar deviasi untuk masing-masing belahan dan pada skor total.
Rumus rulon menggunakan kuadrat dari deviasi nilai ganjil dan nilai genap dan standar deviasi kuadrat dari skor total. Setelah hasil tes di belah dua ganjil genap, selanjutnya dicari deviasi antara skor ganjil dan skor genap. Selanjutnya, dicari standar deviasi kuadrat dari deviasi nilai tersebut dan standar deviasi kuadrat dari dari skor total. Terakhir, dihitung besarnya reliabilitas dengan rumus rulon.
Uji homogen, untuk mengatasi tes yang tidak bisa diuji dengan metode belah dua, maka dapat digunakan teknik-teknik untuk mengukur homogenitas dengan pendekatan pengukuran inter-item dengan memperhitungkan penyimpanan masing-masing butir item dengan menggunakan rumus.
Rumus K-R 20, rumus ini merupakan kepanjangan dari kedua orang penemunya, yaitu kuder dan richardson. Dua rumusnya yang digunakan untuk mengukur reliabilitas tes adalah rumus K-R 20 dan K-R 21.
Rumus K-R 21, rumus ini dilakukan cukup dengan mengetahui skor total dan varians dari skor total tersebut; jumlah butir soal mean skornya.
Rumus hoyt, untuk tes yang penyekorannya 1 dan 0 masih ada cara lain untuk mengetahui reliabilitasnya, yaitu dengan rumus hoyt.
Rumus alpha dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas tes yang menggunakan skala likert, tes yang menggunakan bentuk esai, sehingga pengukurannya tidak hanya menggunakan skor benar = 1 dan skor salah = 0 seperti pada tes objektif, tetapi dapat menggunakan skor atau skala 1-9, 1-10, dan sebagainya.
Kamis, 16 April 2020
Validasi alat ukur dalam asesmen bahasa
RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Tentang :
“VALIDITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB VI : VALIDITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA
Validitas merupakan suatu keadaan apabila suatu instrumen evaluasi dapat mengukur apa yang sebenarnya harus diukur secara tepat. Suatu alat ukur hasil belajar bahasa indonesia dikatakan valid apabila alat ukur tersebut benar-benar mengukur hasil belajar indonesia.
Validitas alat ukur tidak semata-mata berkaitan dengan kedudukan alat ukur sebagai alat, tetapi terutama pada kesesuaian hasilnya, sesuai dengan tujuan penyelenggaraan alat ukur.
Jenis-jenis validitas, 1. Validitas isi adalah ketepatan suara alat ukur ditinjau dari isi ukur tersebut. Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas isi apabila isi / materi / bahan alat ukur tersebut betul-betul merupakan bahan yang representatif terhadap bahan pembelajaran yang diberikan. Artinya, isi alat ukur diperkirakan sesuai dengan apa yang telah diajarkan berdasarkan kurikulum.
2. Validitas konstruk berkaitan dengan konstruksi atau konsep bidang ilmu yang akan diuji validitas alat ukurnya. Validitas konstruk merujuk pada kesesuaian antara hasil alat ukur dengan kemampuan yang ingin diukur. Pembuktiannya adanya validitas konstruk alat ukur bahasa indonesia pada dasarnya merupakan usaha untuk menunjukkan bahwa skor yang dihasilkan suatu alat ukur bahasa indonesia benar-benar menyerminkan konstruk yang sama dengan kemampuan yang dijadikan sasaran pengukurnya.
3. Validitas ukuran / norma / standar alat ukur bahasa indonesia menunjuk pada pengertian seberapa jauh siswa yang sudah diajar dalam bidang bahasa indonesia menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dari pada yang belum diajar. Sebagai contoh, siswa yang telah diajarkan tentang pembaca pemahaman akan mempunyai kemampuan penguasaan pembaca pemahaman yang lebih tinggi dari pada siswa yang belum pernah diajar dalam hal tersebut.
4. Validitas sejalan atau validitas sama saat menunjuk pada pengertian apakah tingkat kemampuan seorang pada suatu bidang yang diteskan mencerminkan atau sesuai dengan skor bidang yang lain yang mempunyai persamaan karakteristik.
5. Validitas ramalan artinya ketepatan alat ukur ditinjau dari kemampuan alat ukur tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapai kemudian. Oleh karena itu, validitas ramalan baru dapat dilakukan pada masa mendatang setelah jangkan waktu tertentu. Suatu alat ukur hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi jika hasil yang dicapai oleh siswa dalam alat ukur betul-betul dapat meramalkan sukses setidaknya siswa tersebut dalam pelajaran-pelajaran yang akan datang.
6. Validitas butir soal, uji validitas dilakukan pada taraf validitas tes secara keseluruhan, tanpa memperhatikan keadaan masing-masing butir tes secara sendiri. Jadi, suatu tes dikatakan valid, validnya menyangkut alat tes secara keseluruhan, belum tentu untuk semua butir soalnya. Oleh karena itu, suatu tes masih perlu dilihat validitasnya untuk tiap butir tes.
Tentang :
“VALIDITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB VI : VALIDITAS ALAT UKUR DALAM ASESMEN BAHASA
Validitas merupakan suatu keadaan apabila suatu instrumen evaluasi dapat mengukur apa yang sebenarnya harus diukur secara tepat. Suatu alat ukur hasil belajar bahasa indonesia dikatakan valid apabila alat ukur tersebut benar-benar mengukur hasil belajar indonesia.
Validitas alat ukur tidak semata-mata berkaitan dengan kedudukan alat ukur sebagai alat, tetapi terutama pada kesesuaian hasilnya, sesuai dengan tujuan penyelenggaraan alat ukur.
Jenis-jenis validitas, 1. Validitas isi adalah ketepatan suara alat ukur ditinjau dari isi ukur tersebut. Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas isi apabila isi / materi / bahan alat ukur tersebut betul-betul merupakan bahan yang representatif terhadap bahan pembelajaran yang diberikan. Artinya, isi alat ukur diperkirakan sesuai dengan apa yang telah diajarkan berdasarkan kurikulum.
2. Validitas konstruk berkaitan dengan konstruksi atau konsep bidang ilmu yang akan diuji validitas alat ukurnya. Validitas konstruk merujuk pada kesesuaian antara hasil alat ukur dengan kemampuan yang ingin diukur. Pembuktiannya adanya validitas konstruk alat ukur bahasa indonesia pada dasarnya merupakan usaha untuk menunjukkan bahwa skor yang dihasilkan suatu alat ukur bahasa indonesia benar-benar menyerminkan konstruk yang sama dengan kemampuan yang dijadikan sasaran pengukurnya.
3. Validitas ukuran / norma / standar alat ukur bahasa indonesia menunjuk pada pengertian seberapa jauh siswa yang sudah diajar dalam bidang bahasa indonesia menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dari pada yang belum diajar. Sebagai contoh, siswa yang telah diajarkan tentang pembaca pemahaman akan mempunyai kemampuan penguasaan pembaca pemahaman yang lebih tinggi dari pada siswa yang belum pernah diajar dalam hal tersebut.
4. Validitas sejalan atau validitas sama saat menunjuk pada pengertian apakah tingkat kemampuan seorang pada suatu bidang yang diteskan mencerminkan atau sesuai dengan skor bidang yang lain yang mempunyai persamaan karakteristik.
5. Validitas ramalan artinya ketepatan alat ukur ditinjau dari kemampuan alat ukur tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapai kemudian. Oleh karena itu, validitas ramalan baru dapat dilakukan pada masa mendatang setelah jangkan waktu tertentu. Suatu alat ukur hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi jika hasil yang dicapai oleh siswa dalam alat ukur betul-betul dapat meramalkan sukses setidaknya siswa tersebut dalam pelajaran-pelajaran yang akan datang.
6. Validitas butir soal, uji validitas dilakukan pada taraf validitas tes secara keseluruhan, tanpa memperhatikan keadaan masing-masing butir tes secara sendiri. Jadi, suatu tes dikatakan valid, validnya menyangkut alat tes secara keseluruhan, belum tentu untuk semua butir soalnya. Oleh karena itu, suatu tes masih perlu dilihat validitasnya untuk tiap butir tes.
Kamis, 02 April 2020
Penyusunan asesmen bahasa nontes
RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Tentang :
“PENYUSUNAN ASESMEN BAHASA NONTES”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB V : PENYUSUNAN ASESMEN BAHASA NONTES
Penyusunan asesmen kinerja/unjuk kerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan kriteria yang diinginkan. Asesmen kinerja selalu melibatkan siswa di dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam praktik kehidupan mereka sehari-hari. Penilaian seperti ini memiliki karakteristik dasar, yaitu siswa diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan).
Langkah-langkah untuk melakukan penilaian kinerja adalah: 1. Identifikasi semua langkah penting, 2. Tuliskan kemampuan-kemampuan khusus, 3. Tuliskan kemampuan yang akan dinilai yang dapat teramati dalam suatu format penilaian, 4. Urutkan kemampuan yang akan dinilai, 5. Sediakan instrumen dan rubrik penilaian.
Penyusunan asesmen portofolio, portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa yang menunjukkan atau memperlihatkan hasil pemikiran mereka, minat, hasil usaha, tujuan dan cita-cita mereka dalam berbagai aspek.
Diantara bahan yang dapat digunakan dalam penilaian portofolio di sekolah antara lain sebagai berikut: a. Penghargaan tertulis yang relevan dengan mata pelajaran, b. Hasil kerja biasa yang relevan dengan mata pelajaran, c. Hasil pelaksanaan tugas-tugas sehari-hari oleh siswa, d. Cacatan sebagai peserta dalam suatu kerja kelompok, e. Contoh hasil pekerjaan, f. Catatan atau laporan dari pihak lain yang relevan, g. Daftar kehadiran siswa, h. Hasil ujian atau tes, dan i. Cacatan negatif (misalnya peringatan) tentang siswa.
Penyusunan asesmen proyek, yang dimaksud dengan istilah proyek disini adalah tugas yang harus diselesaikan siswa dalam periode tertentu. Dalam tahap perencanaan dan pembuatan spesifikasi proses suatu proyek, guru hendaknya melakukan hal-hal seperti berikut: a. Pemilihan topik, b. Pembuatan diagram terhadap topik yang akan diinvestigasi, c. Pembuatan rincian terhadap tahapan proses, d. Monitoring terhadap kerja proyek, e. Membuat pertimbangan dan cacatan, f. Penilaian yang dilakukan oleh siswa sendiri, g. Penilaian antar kelompok siswa, h. Penilaian yang dilakukan oleh guru, i. Pendugaan dan pelaporan prestasi, j. Membuat perkiraan yang seimbang, k. Mengombinasikan bukti proyek dengan bukti lain, l. Memonitoring perkembangan keterampilan pada lintas bidang pembelajaran.
Penyusunan asesmen diri adalah suatu jenis asesmen yang meminta peserta didik untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan tugas, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Asesmen diri meliputi tiga proses dimana regulasi diri siswa mengamati dan menafsirkan perilaku dirinya. Pertama, siswa menghasilkan observasi sendiri yang berfokus pada aspek kinerja khusus yang relevan dengan standar kesuksesan. Kedua, siswa membuat pertimbangan sendiri dengan menentukan bagaimana kompetensi dapat dikuasai. Ketiga, siswa melakukan reaksi diri, menafsirkan tingkat pencapaian tujuan, dan menghayati kepuasan hasil reaksi dirinya.
Penyusunan asesmen sejawat adalah salah satu bentuk asesmen, dimana siswa dapat saling memberikan penilaian. Hasil penilaian sejawat dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai salah satu informasi penentuan keberhasilan siswa. Selain itu hasil penilaian sejawat dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyempurnakan suatu karya siswa. Dengan demikian, penilaian sejawat bertujuan untuk mengukur kompetensi yang dimiliki teman sejawat dan dapat pula untuk memberikan masukan kepada teman sejawat.
Penyusunan asesmen produk/penilaian hasil kerja siswa adalah penilaian terhadap penguasaan siswa akan suatu keterampilan dalam membuat suatu hasil kerja dan kualitas hasil kerja siswa. Pengembangan produk meliputi tiga tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu: 1. Tahap persiapan, 2. Tahap pembuatan produk (proses), 3. Tahap penilaian produk (appraisal).
Penyusunan asesmen sikap, sikap merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan. Berikut adalah daftar nilai utama: 1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan tuhan (religius), 2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri: jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, madiri, ingin tahu, dan cinta ilmu, 3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama: sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, dan demokratis, 4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, 5. Nilai kebangsaan: nasionalis dan menghargai keberagaman.
Tentang :
“PENYUSUNAN ASESMEN BAHASA NONTES”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB V : PENYUSUNAN ASESMEN BAHASA NONTES
Penyusunan asesmen kinerja/unjuk kerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan kriteria yang diinginkan. Asesmen kinerja selalu melibatkan siswa di dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam praktik kehidupan mereka sehari-hari. Penilaian seperti ini memiliki karakteristik dasar, yaitu siswa diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan).
Langkah-langkah untuk melakukan penilaian kinerja adalah: 1. Identifikasi semua langkah penting, 2. Tuliskan kemampuan-kemampuan khusus, 3. Tuliskan kemampuan yang akan dinilai yang dapat teramati dalam suatu format penilaian, 4. Urutkan kemampuan yang akan dinilai, 5. Sediakan instrumen dan rubrik penilaian.
Penyusunan asesmen portofolio, portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa yang menunjukkan atau memperlihatkan hasil pemikiran mereka, minat, hasil usaha, tujuan dan cita-cita mereka dalam berbagai aspek.
Diantara bahan yang dapat digunakan dalam penilaian portofolio di sekolah antara lain sebagai berikut: a. Penghargaan tertulis yang relevan dengan mata pelajaran, b. Hasil kerja biasa yang relevan dengan mata pelajaran, c. Hasil pelaksanaan tugas-tugas sehari-hari oleh siswa, d. Cacatan sebagai peserta dalam suatu kerja kelompok, e. Contoh hasil pekerjaan, f. Catatan atau laporan dari pihak lain yang relevan, g. Daftar kehadiran siswa, h. Hasil ujian atau tes, dan i. Cacatan negatif (misalnya peringatan) tentang siswa.
Penyusunan asesmen proyek, yang dimaksud dengan istilah proyek disini adalah tugas yang harus diselesaikan siswa dalam periode tertentu. Dalam tahap perencanaan dan pembuatan spesifikasi proses suatu proyek, guru hendaknya melakukan hal-hal seperti berikut: a. Pemilihan topik, b. Pembuatan diagram terhadap topik yang akan diinvestigasi, c. Pembuatan rincian terhadap tahapan proses, d. Monitoring terhadap kerja proyek, e. Membuat pertimbangan dan cacatan, f. Penilaian yang dilakukan oleh siswa sendiri, g. Penilaian antar kelompok siswa, h. Penilaian yang dilakukan oleh guru, i. Pendugaan dan pelaporan prestasi, j. Membuat perkiraan yang seimbang, k. Mengombinasikan bukti proyek dengan bukti lain, l. Memonitoring perkembangan keterampilan pada lintas bidang pembelajaran.
Penyusunan asesmen diri adalah suatu jenis asesmen yang meminta peserta didik untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan tugas, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Asesmen diri meliputi tiga proses dimana regulasi diri siswa mengamati dan menafsirkan perilaku dirinya. Pertama, siswa menghasilkan observasi sendiri yang berfokus pada aspek kinerja khusus yang relevan dengan standar kesuksesan. Kedua, siswa membuat pertimbangan sendiri dengan menentukan bagaimana kompetensi dapat dikuasai. Ketiga, siswa melakukan reaksi diri, menafsirkan tingkat pencapaian tujuan, dan menghayati kepuasan hasil reaksi dirinya.
Penyusunan asesmen sejawat adalah salah satu bentuk asesmen, dimana siswa dapat saling memberikan penilaian. Hasil penilaian sejawat dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai salah satu informasi penentuan keberhasilan siswa. Selain itu hasil penilaian sejawat dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyempurnakan suatu karya siswa. Dengan demikian, penilaian sejawat bertujuan untuk mengukur kompetensi yang dimiliki teman sejawat dan dapat pula untuk memberikan masukan kepada teman sejawat.
Penyusunan asesmen produk/penilaian hasil kerja siswa adalah penilaian terhadap penguasaan siswa akan suatu keterampilan dalam membuat suatu hasil kerja dan kualitas hasil kerja siswa. Pengembangan produk meliputi tiga tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu: 1. Tahap persiapan, 2. Tahap pembuatan produk (proses), 3. Tahap penilaian produk (appraisal).
Penyusunan asesmen sikap, sikap merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan. Berikut adalah daftar nilai utama: 1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan tuhan (religius), 2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri: jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, madiri, ingin tahu, dan cinta ilmu, 3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama: sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, dan demokratis, 4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, 5. Nilai kebangsaan: nasionalis dan menghargai keberagaman.
Kamis, 26 Maret 2020
Penyusunan tes bahasa
RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Tentang :
“PENYUSUNAN TES BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB IV : PENYUSUNAN TES BAHASA
Perencanaan merupakan langkah awal penyusunan tes. Dengan perencanaan yang matang, tes yang dihasilkan akan berkualitas. Tanpa perencanaan yang matang sukar bagi evaluator untuk memperoleh tes yang baik. Tes yang tidak berfungsi dengan baik akan memberikan informasi yang kurang akurat dan kurang dapat dipercaya, sehingga apabila informasi tersebut digunakan akan mengakibatkan keputusan yang diambil keliru. Tes akan berfungsi baik apabila disusun menurut kaidah penyusunan tes yang baik. Kaidah tersebut berupa langkah-langkah penyusunan tes. Langkah-langkah penyusunan tes meliputi sembilan langkahberikut: menysun tujuan tes, menyusun kisi-kisi tes, menulis soal tes, menelaah soal tes, melakukan uji coba tes, menganalisis butir soal, memperbaiki tes, merakit tes, menggunakan tes, dan menafsirkan hasil hasil tes.
Menentukan tujuan tes, ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang digunakan di lembaga pendidikan, yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif. Sistem penilaian berbasis kompetensi pada umumnya menggunakan tes diagnosik, formatif, dan sumatif. Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes sumatif diberikan diakhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya untuk menentukan keberhasilan belajar peserta didk. Dasar merumuskan tujuan tes bahasa dan sastra indonesia adalah tujuan yang hendak dicapai dalam program atau pembelajaran bahasa dan sastra indonesia pada jenjang atau tingkat tertentu. Menyusun kisi-kisi tes, kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi sosial-sosial yang akan dibuat syarat kisi-kisi antara lain, 1. Harus mewakili kurikulum, 2. Ditulis dengan singkat dan jelas, dan 3. Soal dapat disusun sesuai dengan bentuk soal. Matriks kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom dan garis. Selanjutnya dalam kisi-kisi perlu ditunjukkan jenis yakni bentuk tes. Jenis yakni bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, peserta tes, waktu yang tersedian untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Jenis tes yang digunakan bisa berupa tes objektif atau tes non-objektif. Jenis tes objektif meliputi tes benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, dan melengkapi soal tes. Jenis non-objektif mampu mengukur jenis belajar yang kompleks, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk mengukur pengtahuan-pengetahuan faktual. Selain jenis-jenis tes di atas, dalam kurikulum dikembangkan jenis tes perbuatan atau tes performans/unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran sehingga kemampuan peserta didik mencapai pada tingkat yang diinginkan. Menulis soal tes, sebelum soal-soal tes disusun, terlebih dahulu ditentukan jumlah butir tes yang akan dibuat. Dasar penentuan jumlah butir tes adalah jenis dan bentuk tes yang digunakan. Untuk jenis tes objektif diperlukan jumlah butir tes yang jauh lebih besar dari pada tes non-objektif. Setelah ditetapkan jumlah butir tes yang harus dipersiapkan sesuai dengan jenis dan bentuk tes yang akan digunakan, selanjutnya dilakukan penulisan butir-butir tes. Menelaah soal tes, telaah butir tes dilakukan terhadap ranah materi, ranah konstruksi, dan ranah bahasa. Ranah materi berkait dengan substansi keilmuan yang dinyatakan serta tingkat berfikir yang terlibat. Ranah konstruksi berkait dengan teknik penulisan soal, baik bentuk objektif maupun non-objektif. Ranah bahasa terkait dengan kekomunikatifan/kejelasan hal yang ditanyakan. Melakukan uji coba tes, tujuan uji coba adalah untuk mengukur validitas dan reabilitas. Uji vadilitas dimaksudkan untuk mencari kesesuaian tes dengan kemampuan yang akan diukur. Uji reabilitas dimaksudkan untuk melihat kemampuan tes tersebut melakukan pengukuran dengan tingkat keajekan tertentu. Menganalisis butir soal tes, untuk tes buatan guru yang tidak melalui langkah uji coba, maka setelah tes digunakan maka guru dapat melakukan analisis butir soal. Apabila hal in i sering dilakukan, kemampuan guru dalam membuat tes yang baik akan tercapai.
Memperbaiki tes seluruh butir tes / soal ditelaah dari ranah materi, konstruksi, dan bahasa; dan setelah dianalisis derajat kesukaran dan daya bedanya, kemudian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu butir-butir tes yang dianggap baik/ diterima, butir-butir tes yang tidak baik/ditolak, dan butir-butir tes yang kurang baik, diperbaiki. Merakit tes, dalam merakit tes, butir-butir soal dapat dikelompokkan menurut kompetensi dasar, taraf kesukaran, dan format (komposisi bentuk sosial). Urutan soal pada tiap kompetensi dasar diurutkan menurut tingkat kesulitannya, mulai dari yang mudah ke yang sulit. Berdasarkan format, urutan soal dimulai dari bentuk isian singkat kemudian pilihan ganda dan terakhir urutan. Melaksanakan tes, untuk tes yang dilaksanakan dikelas, pelaksanaannya dapat dikatakan sederhana karena segala sesuatunya cukup mudah diatur. Beberapa kondisi fisik yang perlu mendapat perhatian ialah jarak tempat duduk, cahaya, ventilasi, ketenangannya, serta gangguan-gangguan yang mungkin timbul. Disamping kondisi fisik, yang perlu mendapat perhatian lagi ialah kondosi psikis siswa. Menafsirkan hasil tes, agar dapat memanfaatkan hasil ujian secara efektif, perlu dilakukan analisis terhadap hasil analisis yang telah dicapai oleh peserta didik. Caranya adalah dengan membuat tabel spesifikasi yang mampu menunjukan konsep atau sub konsep atau tema/sub tema kompetensi dasar mana yang belum dikuasai peserta didik.
Tentang :
“PENYUSUNAN TES BAHASA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
BAB IV : PENYUSUNAN TES BAHASA
Perencanaan merupakan langkah awal penyusunan tes. Dengan perencanaan yang matang, tes yang dihasilkan akan berkualitas. Tanpa perencanaan yang matang sukar bagi evaluator untuk memperoleh tes yang baik. Tes yang tidak berfungsi dengan baik akan memberikan informasi yang kurang akurat dan kurang dapat dipercaya, sehingga apabila informasi tersebut digunakan akan mengakibatkan keputusan yang diambil keliru. Tes akan berfungsi baik apabila disusun menurut kaidah penyusunan tes yang baik. Kaidah tersebut berupa langkah-langkah penyusunan tes. Langkah-langkah penyusunan tes meliputi sembilan langkahberikut: menysun tujuan tes, menyusun kisi-kisi tes, menulis soal tes, menelaah soal tes, melakukan uji coba tes, menganalisis butir soal, memperbaiki tes, merakit tes, menggunakan tes, dan menafsirkan hasil hasil tes.
Menentukan tujuan tes, ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang digunakan di lembaga pendidikan, yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif. Sistem penilaian berbasis kompetensi pada umumnya menggunakan tes diagnosik, formatif, dan sumatif. Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes sumatif diberikan diakhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya untuk menentukan keberhasilan belajar peserta didk. Dasar merumuskan tujuan tes bahasa dan sastra indonesia adalah tujuan yang hendak dicapai dalam program atau pembelajaran bahasa dan sastra indonesia pada jenjang atau tingkat tertentu. Menyusun kisi-kisi tes, kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi sosial-sosial yang akan dibuat syarat kisi-kisi antara lain, 1. Harus mewakili kurikulum, 2. Ditulis dengan singkat dan jelas, dan 3. Soal dapat disusun sesuai dengan bentuk soal. Matriks kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom dan garis. Selanjutnya dalam kisi-kisi perlu ditunjukkan jenis yakni bentuk tes. Jenis yakni bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, peserta tes, waktu yang tersedian untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Jenis tes yang digunakan bisa berupa tes objektif atau tes non-objektif. Jenis tes objektif meliputi tes benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, dan melengkapi soal tes. Jenis non-objektif mampu mengukur jenis belajar yang kompleks, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk mengukur pengtahuan-pengetahuan faktual. Selain jenis-jenis tes di atas, dalam kurikulum dikembangkan jenis tes perbuatan atau tes performans/unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran sehingga kemampuan peserta didik mencapai pada tingkat yang diinginkan. Menulis soal tes, sebelum soal-soal tes disusun, terlebih dahulu ditentukan jumlah butir tes yang akan dibuat. Dasar penentuan jumlah butir tes adalah jenis dan bentuk tes yang digunakan. Untuk jenis tes objektif diperlukan jumlah butir tes yang jauh lebih besar dari pada tes non-objektif. Setelah ditetapkan jumlah butir tes yang harus dipersiapkan sesuai dengan jenis dan bentuk tes yang akan digunakan, selanjutnya dilakukan penulisan butir-butir tes. Menelaah soal tes, telaah butir tes dilakukan terhadap ranah materi, ranah konstruksi, dan ranah bahasa. Ranah materi berkait dengan substansi keilmuan yang dinyatakan serta tingkat berfikir yang terlibat. Ranah konstruksi berkait dengan teknik penulisan soal, baik bentuk objektif maupun non-objektif. Ranah bahasa terkait dengan kekomunikatifan/kejelasan hal yang ditanyakan. Melakukan uji coba tes, tujuan uji coba adalah untuk mengukur validitas dan reabilitas. Uji vadilitas dimaksudkan untuk mencari kesesuaian tes dengan kemampuan yang akan diukur. Uji reabilitas dimaksudkan untuk melihat kemampuan tes tersebut melakukan pengukuran dengan tingkat keajekan tertentu. Menganalisis butir soal tes, untuk tes buatan guru yang tidak melalui langkah uji coba, maka setelah tes digunakan maka guru dapat melakukan analisis butir soal. Apabila hal in i sering dilakukan, kemampuan guru dalam membuat tes yang baik akan tercapai.
Memperbaiki tes seluruh butir tes / soal ditelaah dari ranah materi, konstruksi, dan bahasa; dan setelah dianalisis derajat kesukaran dan daya bedanya, kemudian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu butir-butir tes yang dianggap baik/ diterima, butir-butir tes yang tidak baik/ditolak, dan butir-butir tes yang kurang baik, diperbaiki. Merakit tes, dalam merakit tes, butir-butir soal dapat dikelompokkan menurut kompetensi dasar, taraf kesukaran, dan format (komposisi bentuk sosial). Urutan soal pada tiap kompetensi dasar diurutkan menurut tingkat kesulitannya, mulai dari yang mudah ke yang sulit. Berdasarkan format, urutan soal dimulai dari bentuk isian singkat kemudian pilihan ganda dan terakhir urutan. Melaksanakan tes, untuk tes yang dilaksanakan dikelas, pelaksanaannya dapat dikatakan sederhana karena segala sesuatunya cukup mudah diatur. Beberapa kondisi fisik yang perlu mendapat perhatian ialah jarak tempat duduk, cahaya, ventilasi, ketenangannya, serta gangguan-gangguan yang mungkin timbul. Disamping kondisi fisik, yang perlu mendapat perhatian lagi ialah kondosi psikis siswa. Menafsirkan hasil tes, agar dapat memanfaatkan hasil ujian secara efektif, perlu dilakukan analisis terhadap hasil analisis yang telah dicapai oleh peserta didik. Caranya adalah dengan membuat tabel spesifikasi yang mampu menunjukan konsep atau sub konsep atau tema/sub tema kompetensi dasar mana yang belum dikuasai peserta didik.
Kamis, 19 Maret 2020
Resume evaluasi pembelajaran bahasa indonesia
RESUME EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Tentang :
“ASESMEN KETERAMPILAN BERBAHASA DAN BERSASTRA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan
Asesmen keterampilan berbahasa meliputi asesmen keterampilan mendengarkan, asesmen keterampilan berbicara, asesmen keterampilan membaca, dan asesmen keterampilan menulis. Asesmen keterampilan mendengarkan merupakan kemampuan yang memungkinkan seseorang pemakai bahasa untuk memahami bahasa secara lisan. Mendengarkan merupakan proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasai serta interpretasi untuk memperolah informasi, menangkap isi, atau pesan serta memahami makna komunikasi antara sesama pemakai bahasa. Tanpa kemampuan mendengarkan yang baik, akan terjadi banyak kesalahpahaman dalam komunikasi antara sesama pemakai bahasa, terutama bila tujuan penyelenggaraannya adalah penguasaan kemampuan berbahasa selengkapnya. Dalam pembelajaran bahasa semacam itu, perkembangan dan tingkat penguasaan kemampuan mendengarkan perlu dipantau dan diukur melalui penyelenggaraan asesmen mendengarkan. Kemampuan mendengarkan bukan berupa kemampuan untuk mengenal dan membedakan bunyi bahasa saja. Kemampuan mendengarkan terkait dengan kemampuan untuk memahami makna suatu bentuk penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan. Kemampuan memahami makna bahasa lisan itulah yang merupakan sasaran dari tes mendengarkan. Dengan demikian, asesmen mendengarkan lebih banyak diarahkan pada kemampuan untuk memahami makna suatu bentuk penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan. Beberapa bentuk asesmen mendengarkan adalah pertama identifikasi peristiwa atau kejadian, identifikasi tema cerita, identifikasi topik percakapan, menjawab pertanyaan wacana, merumuskan inti wacana, dan menceritakan kembali. Asesmen keterampilan berbicara merupakan kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan sesuatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringa otot tubuh manusian demi maksud dan tujuan gagasan yang dikombinasikan. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Bentuk-bentuk asesmen berbicara tersebut antara lain: berbicara singkat berdasarkan gambar, wawancara, menceritakan kembali, pidato atau berbicara bebas, percakapan terpimpin, dan diskusi. Asesmen keterampilan membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang meliputi proses fisik dan psikologis. Tujuan pembelajaran membaca dapat pada proses membaca itu sendiri, dan dapat pula pada hasil yang dicapai melalui kegiatan membaca tersebut. Tingkatan kognitif dalam asesme kemampuan membaca dapat dibuat secara berjenjang. Berikut ini tingkatan menurut bloom. Taksonomi bloom pada domain kognitif berupa enam tingkat kognisi, yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dari taksonomi ini. dapat disusun taksonomi membaca menjadi tingkat literasi, interpretatif dan krisis/kreatif. Berikut ini merupakan garis besar perpaduan tingkat kognitif dari bloom dengan tingkat aktivitas membaca. Membaca literasi meliputi pengetahuan dan pemahaman, membaca interpretatif meliputi terapan sedangkan membaca kreatif meliputi analisis, sintesis dan evaluasi. Asesmen keterampilan menulis. Untuk mengetahui kemampuan menulis seseorang diperlukan adanya asesmen dengan menggunakan alat ukur tes menulis. Dalam tes menulis. Unsur kebahasaan merupakan aspek penting yang perlu dicermati, disamping isi pesan yang diungkapkan yang merupakan inti dari hakikat sebagai bentuk penggunaan bahasa yang aktif-produktif. Tes menulis dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain pendekatan diskret, pendekatan integratif, dan pendekatan pragmatik atau komunikatif. Asesmen kemampuan menulis dapat dibuat dalam beberapa bentuk seperti tes unsur-unsur kemampuan menulis, menulis reproduksi, dan menulis produksi
Asesmen aspek kesastraan, jelas bahwa pembelajaran tentang sastra tidak hanya dimaksudkan agar siswa memiliki pengetahuan tentang sastra tetapi dengan pembelajaran sastra ini diharapkan siswa benar-benar memiliki sifat dan sikap apresiatif terhadap karya sastra bangsanya. Asesmen penguasaan aspek kesastraan dapat disusun secara bertingkat mulai dari tingkat ingatan sampai dengan evaluasi. Asesmen penguasaan satra tingkat ingatan sekedar menghendaki siswa untuk mengungkapkan kembali kemampuan ingatannya yang berhubungan dengan fakta, konsep, pengertian, definisi, deskripsi, dan sebagainya. Asesmen keterampilan mendengarkan, kemampuan mendengarkan adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain yang disampaikan lewat suara, baik langsung maupun tidak langsung lewat media tertentu. Untuk keperluan ini, siswa harus benar-banar diberi tugas untuk mendengarkan tuturan bahasa, entah yang berwujud penuturan langsung atau penuturan lewat media elektronika tertentu, dan kemuadian diminta untuk menampilkan hasil pemahamannya dengan mempergunakan indikator-indikator tertentu. Pelaksanaan pengukuran kemampuan mendengarkan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara khusus yang sengaja dirancang untuk maksud itu. Asesmen keterampilan berbicara, kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada pihak lain secara lisan. Asesmen keterampilan membaca, kemampuan membaca adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain yang disampaikan lewat tulisan. Asesmen keterampilan menulis, kemampuan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada pihak lain secara tertulis.
Tentang :
“ASESMEN KETERAMPILAN BERBAHASA DAN BERSASTRA”
Disusun oleh :
RIZQOTUS SA’DIYAH (17188201034)
Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA
PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan
Asesmen keterampilan berbahasa meliputi asesmen keterampilan mendengarkan, asesmen keterampilan berbicara, asesmen keterampilan membaca, dan asesmen keterampilan menulis. Asesmen keterampilan mendengarkan merupakan kemampuan yang memungkinkan seseorang pemakai bahasa untuk memahami bahasa secara lisan. Mendengarkan merupakan proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasai serta interpretasi untuk memperolah informasi, menangkap isi, atau pesan serta memahami makna komunikasi antara sesama pemakai bahasa. Tanpa kemampuan mendengarkan yang baik, akan terjadi banyak kesalahpahaman dalam komunikasi antara sesama pemakai bahasa, terutama bila tujuan penyelenggaraannya adalah penguasaan kemampuan berbahasa selengkapnya. Dalam pembelajaran bahasa semacam itu, perkembangan dan tingkat penguasaan kemampuan mendengarkan perlu dipantau dan diukur melalui penyelenggaraan asesmen mendengarkan. Kemampuan mendengarkan bukan berupa kemampuan untuk mengenal dan membedakan bunyi bahasa saja. Kemampuan mendengarkan terkait dengan kemampuan untuk memahami makna suatu bentuk penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan. Kemampuan memahami makna bahasa lisan itulah yang merupakan sasaran dari tes mendengarkan. Dengan demikian, asesmen mendengarkan lebih banyak diarahkan pada kemampuan untuk memahami makna suatu bentuk penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan. Beberapa bentuk asesmen mendengarkan adalah pertama identifikasi peristiwa atau kejadian, identifikasi tema cerita, identifikasi topik percakapan, menjawab pertanyaan wacana, merumuskan inti wacana, dan menceritakan kembali. Asesmen keterampilan berbicara merupakan kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan sesuatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringa otot tubuh manusian demi maksud dan tujuan gagasan yang dikombinasikan. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Bentuk-bentuk asesmen berbicara tersebut antara lain: berbicara singkat berdasarkan gambar, wawancara, menceritakan kembali, pidato atau berbicara bebas, percakapan terpimpin, dan diskusi. Asesmen keterampilan membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang meliputi proses fisik dan psikologis. Tujuan pembelajaran membaca dapat pada proses membaca itu sendiri, dan dapat pula pada hasil yang dicapai melalui kegiatan membaca tersebut. Tingkatan kognitif dalam asesme kemampuan membaca dapat dibuat secara berjenjang. Berikut ini tingkatan menurut bloom. Taksonomi bloom pada domain kognitif berupa enam tingkat kognisi, yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dari taksonomi ini. dapat disusun taksonomi membaca menjadi tingkat literasi, interpretatif dan krisis/kreatif. Berikut ini merupakan garis besar perpaduan tingkat kognitif dari bloom dengan tingkat aktivitas membaca. Membaca literasi meliputi pengetahuan dan pemahaman, membaca interpretatif meliputi terapan sedangkan membaca kreatif meliputi analisis, sintesis dan evaluasi. Asesmen keterampilan menulis. Untuk mengetahui kemampuan menulis seseorang diperlukan adanya asesmen dengan menggunakan alat ukur tes menulis. Dalam tes menulis. Unsur kebahasaan merupakan aspek penting yang perlu dicermati, disamping isi pesan yang diungkapkan yang merupakan inti dari hakikat sebagai bentuk penggunaan bahasa yang aktif-produktif. Tes menulis dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain pendekatan diskret, pendekatan integratif, dan pendekatan pragmatik atau komunikatif. Asesmen kemampuan menulis dapat dibuat dalam beberapa bentuk seperti tes unsur-unsur kemampuan menulis, menulis reproduksi, dan menulis produksi
Asesmen aspek kesastraan, jelas bahwa pembelajaran tentang sastra tidak hanya dimaksudkan agar siswa memiliki pengetahuan tentang sastra tetapi dengan pembelajaran sastra ini diharapkan siswa benar-benar memiliki sifat dan sikap apresiatif terhadap karya sastra bangsanya. Asesmen penguasaan aspek kesastraan dapat disusun secara bertingkat mulai dari tingkat ingatan sampai dengan evaluasi. Asesmen penguasaan satra tingkat ingatan sekedar menghendaki siswa untuk mengungkapkan kembali kemampuan ingatannya yang berhubungan dengan fakta, konsep, pengertian, definisi, deskripsi, dan sebagainya. Asesmen keterampilan mendengarkan, kemampuan mendengarkan adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain yang disampaikan lewat suara, baik langsung maupun tidak langsung lewat media tertentu. Untuk keperluan ini, siswa harus benar-banar diberi tugas untuk mendengarkan tuturan bahasa, entah yang berwujud penuturan langsung atau penuturan lewat media elektronika tertentu, dan kemuadian diminta untuk menampilkan hasil pemahamannya dengan mempergunakan indikator-indikator tertentu. Pelaksanaan pengukuran kemampuan mendengarkan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara khusus yang sengaja dirancang untuk maksud itu. Asesmen keterampilan berbicara, kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada pihak lain secara lisan. Asesmen keterampilan membaca, kemampuan membaca adalah kemampuan memahami gagasan pihak lain yang disampaikan lewat tulisan. Asesmen keterampilan menulis, kemampuan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada pihak lain secara tertulis.
Langganan:
Postingan (Atom)